Marina Segedi. Mantan atlet pencak silat ini pernah menjadi
pahlawan bagi bangsanya. Ia telah mempersembahkan medali emas saat SEA
Games di Filipina, 1981, untuk Indonesia.
Kini Marina tidak lagi jaya. Ia bukan atlet lagi, dan tentu saja,
usianya sudah paruh baya, 47 tahun. Sang juara itu pun harus berjuang
keras membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Saat ini ia
beralih
menjadi sopir taksi.
Setiap hari pagi-pagi buta, Marina harus membelah jalanan. Saat
kebanyakan orang masih pulas dalam tidurnya, ia sudah harus berangkat ke
pool taksi Blue Bird yang terletak di Buaran, Jakarta Timur. Kemudian
mencari penumpang menjelajah seantero Jakarta.
Maklum hidup Marina sekarang bisa dibilang pas-pasan. Rumah belum
dimilikinya.Apalagi setelah ia berpisah dengan suaminya, Rainer Nurdin,
pada 1990. Perempuan yang juga menjadi juara tingkat Asia di Singapura
itu, terpaksa harus menghidupi sendiri kedua anak perempuannya yang
masih kecil, yaitu Ayu Yulinasari dan Rima Afriani Caroline.
Sejak saat itu ia pun mulai kerja apa saja untuk mencari nafkah. Awalnya
Marina bekerja sebagai sopir taksi, pada 1991. Namun 3 tahun kemudia
ia berhenti. "Setelah berhenti, saya bekerja apa saja. Pernah dagang
kue, nasi, sampai jadi peran pembantu di film. Dan Januari 2011 saya
masuk lagi ke Blue Bird," ujar Marina kepada detik+.
Sekalipun pernah mengharumkan nama bangsa di tingkat Asia, tidak banyak
yang diterima Marina dari pemerintah. Ia mengaku hanya sempat mendapat
beasiswa Supersemar selama 1 tahun dari Presiden Soeharto saat itu.
Beasiswa yang diterimanya per bulan Rp 100 ribu. Setelah itu tidak ada
perhatian apa-apa lagi.
Perhatian pemerintah mampir pada Marina ketika tidak sengaja ia bertemu
dengan pegawai Kemenpora bernama Karsono, Juni 2011. Pagi itu Karsono
yang tinggal di Kompleks Inkopol, Kranji, Bekasi, naik taksi yang
dikemudikan Marina.
Sepanjang perjalanan menuju tempat kerja, Karsono mengetahui sopir taksi
yang ditumpanginya ternyata mantan atlet pencak silat yang
berprestasi. Marina merupakan peraih medali emas di SEA Games dan
kejuaraan Pencak Silat tingkat Asia di Singapura.
"Pak Karsono kemudian bertanya apakah medali-medali itu masih ada. Saya
jawab semuanya masih ada. Begitu juga dengan dokumentasi saat saya
meraih penghargaan itu," kenang Marina.
Setibanya di Kemenpora, Karsono minta Marina ikut masuk. Marina diajak
ke lantai 7 untuk bertemu dengan Yuni Purwanti, yang bertugas mengurusi
para mantan atlet.
Kemenpora memang memiliki program tunjangan rumah untuk mantan atlet
yang berprestasi. Sayang tidak banyak atlet yang tahu soal program itu.
Marina beruntung karena kebetulan bertemu Karsono yang memberitahu dan
membantunya untuk mendapatkan tunjangan tersebut.
Marina kemudian diminta membawa medali berikut piagam penghargaan yang
pernah ia dapatkan untuk mengurus tunjangan rumah. Wanita blasteran
Jerman-Jawa itu selama ini memang masih menumpang di rumah orang tuanya
di daerah Bintara, Bekasi Barat.
Namun proses untuk mendapatkan tunjangan rumah sebesar Rp 125 juta
memang tidak mudah. Paling tidak ia harus menunggu 3 bulan untuk
ditetapkan sebagai mantan atlet yang berhak mendapat tunjangan itu.
"Kata Bu Yuni tunjangan itu harus melalui persetujuan beberapa pihak.
Jadi saya disuruh berdoa saja," cerita Marina kepada detik+.
Akhirnya pada 9 September 2011, tunjangan rumah dari Kemenpora diterima
Marina. Tentu saja tunjangan itu membuatnya senang. Paling tidak
tunjangan itu bisa dimanfaatkan Marina sebagai bekal jika sudah tidak
lagi menjadi sopir taksi.
Hidup pas-pasan juga dialami Hapsani, peraih medali perak dan perunggu
di SEA Games 1981 dan 1983. Bahkan mantan atlet lari estafet 4 x 100
meter ini terpaksa menjual medali yang diperolehnya ke pasar loak di
Jatinegara Jakarta Timur, pada 1999.
"Suami saya terpaksa menjual medali-medali itu untuk beli makanan. Sebab
saat itu suami saya menganggur," jelas Hapsani yang kini telah
berusia 50 tahun.
Kondisi perekonomian Hapsani dan suaminya, Muhammad Hatta, memang sangat
memprihatinkan. Meski usia keduanya sudah senja, namun hingga saat
ini mereka belum juga memiliki rumah. Pasangan ini masih menumpang di
rumah orang tua Hapsani di daerah Salemba, Jakarta Pusat.
Untuk menutup kebutuhan sehari-hari, Hapsani bergantung dari penghasilan
suami yang bekerja serabutan. Selain itu ia juga berupaya mencari
tambahan dengan menjadi pelatih atletik untuk anak-anak di sekitar
rumahnya. Penghasilan yang didapat itu tentu saja tidak seberapa.
Kisah Marina dan Hapsani merupakan gambaran nyata betapa tragisnya nasib
sejumlah mantan atlet yang dulu pernah berjasa mengharumkan nama
bangsa. Mereka terpaksa hidup pas-pasan, membanting tulang untuk
menyambung hidup usai pensiun sebagai atlet nasional.
Selain Marina dan Hapsani, sebenarnya masih banyak mantan atlet
berprestasi yang nasibnya sengsara. Hanya saja pemerintah mengaku
kesulitan untuk mencari informasi keberadaan mereka.
"Kami sulit mencari tahu keberadaan mereka sebab alamatnya sudah
berubah. Kami berharap masyarakat yang mengetahui ada mantan atlet
berprestasi yang hidupnya susah segera laporkan ke Kemenpora," kata
Menpora Andi Mallarangeng.
Ketua Ikatan Atlet Nasional Indonesia (IANI) Icuk Sugiarto menilai
pemerintah kurang serius memperhatikan nasib para atlet. Bila pemerintah
serius, sebenarnya mudah saja menemukan atau mencari tahu nasib para
mantan atlet yang dulu pernah meraih prestasi.
"IANI saja yang berdiri sejak 2005 memiliki database nama-nama atlet
dari tahun 1951 sampai sekarang. Kan aneh kalau pemerintah yang punya
infrastruktur justru tidah tahu data para atletnya. Apalagi atlet-atlet
yang dulu berprestasi," ujar Icuk, yang juga mantan atlet bulutangis.
Menurut catatan IANI, pada 2007 terdata setidaknya atlet yang pernah
meraih medali emas di tingkat SEA Games jumlahnya 1.500 orang. Untuk
tingkat Asean Games jumlahnya sekitar 90 orang, dan tingkat dunia
jumlahnya kurang dari 75 orang. Belum lagi peraih medali perak dan
perunggu.
Tulisan detik+ berikutnya: Laporan Utama 'Surat Rahasia Sri Mulyani' dan
Laporan Khusus 'Nasib Tragis Pahlawan Olahraga' antara lain 'Susahnya
Cap Tiga Jari Suswanti', 'Jangan Terlantar Setelah Pensiun' dan
'Hujan Medali Berhenti, Sukses Tetap Milik Susi' bisa Anda dapatkan di
detiKios for Ipad yang tersedia di apple store.
Nasib Marina Segedi: Mantan Atlet Peraih Medali Emas di Indonesia
Posted by Unknown
Posted on 21.02
with No comments
0 komentar:
Posting Komentar