Inilah perjanjian yang paling menggemparkan dunia. Inilah perjanjian yang menyebabkan terbunuhnya Presiden Amerika Serikat John Fitzgerald Kennedy 22 November 1963. Inilah perjanjian yang kemudian menjadi pemicu dijatuhkannya Bung Karno dari kursi kepresidenan oleh jaringan CIA. Dan inilah perjanjian yang hingga kini tetap menjadi misteri terbesar dalam sejarah umat manusia.
Perjanjian “ The Green Hilton MemorialAgreement" di Geneva pada 14 November 1963
Mungkin belum banyak yang tahu kalau ada sebuah perjanjian maha penting
yang dibuat Presiden I RI Ir Soekarno dan Presiden ke 35 AS John
Fitzgerald Kennedy. Konon penembakan John F Kennedy pada November 1963
yang membuatnya tewas secara tragis lantaran menandatangani perjanjian
tersebut.
Quote:
Konon pula penggulingan Ir Soekarno dari kursi kepresidenan
wajib dilakukan jaringan intelijen AS disponsori komplotan Jahudi
(Zionis Internasional) yang tidak mau AS bangkrut dan hancur karena
mesti mematuhi perjanjian tersebut juga tidak rela melihat RI justru
menjadi kuat secara ekonomi di samping modal sumber daya alamnya yang
semakin menunjang kekuatan ekonomi RI. selain itu ada beberapa tujuan
lain yang harus dilaksanakan sesuai agenda Zionis Internasional. Berikut
ini saya coba tulis hasil penelusuran pada tahun 1994 s/d 1998,
berlanjut tahun 2006 s/d 2010, ditambah informasi dari beberapa sumber.
Tapi mohon diingat, anggap saja tulisan ini hanya penambah wawasan
belaka.
|
Perjanjian itu biasa disebut sebagai salah satu ’
Dana Revolusi’,
atau ’
Harta Amanah Bangsa Indonesia’, atau pun ’
Dana Abadi Ummat
Manusia’. Sejak jaman Presiden Soeharto hingga Presiden Megawati cukup
getol menelisik keberadaannya dalam upaya mencairkannya.
Perjanjian The Green Hilton Memorial Agreement Geneva dibuat dan
ditandatangani pada 21 November 1963 di hotel Hilton Geneva oleh
Presiden AS John F Kennedy (beberapa hari sebelum dia terbunuh) dan
Presiden RI Ir Soekarno dengan saksi tokoh negara Swiss William Vouker.
Perjanjian ini menyusul MoU diantara RI dan AS tiga tahun sebelumnya.
Point penting perjanjian itu; Pemerintahan AS (selaku pihak I) mengakui
50 persen keberadaan emas murni batangan milik RI, yaitu sebanyak 57.150
ton dalam kemasan 17 paket emas dan pemerintah RI (selaku pihak II)
menerima batangan emas itu dalam bentuk biaya sewa penggunaan kolateral
dolar yang diperuntukkan pembangunan keuangan AS.
Dalam point penting lain pada dokumen perjanjian itu, tercantum klausul
yang memuat perincian ; atas penggunaan kolateral tersebut pemerintah AS
harus membayar fee 2,5 persen setiap tahunnya sebagai biaya sewa kepada
Indonesia, mulai berlaku jatuh tempo sejak 21 November 1965 (dua tahun
setelah perjanjian). Account khusus akan dibuat untuk menampung asset
pencairan fee tersebut. Maksudnya, walau point dalam perjanjian tersebut
tanpa mencantumkan klausul pengembalian harta, namun ada butir
pengakuan status koloteral tersebut yang bersifat sewa (leasing). Biaya
yang ditetapkan dalam dalam perjanjian itu sebesar 2,5 persen setiap
tahun bagi siapa atau bagi negara mana saja yang menggunakannya.
Biaya pembayaran sewa kolateral yang 2,5 persen ini dibayarkan pada
sebuah account khusus atas nama The Heritage Foundation (The HEF) yang
pencairannya hanya boleh dilakukan oleh Bung Karno sendiri atas restu
Sri Paus Vatikan. Sedang pelaksanaan operasionalnya dilakukan
Pemerintahan Swiss melalui United Bank of Switzerland (UBS). Kesepakatan
ini berlaku dalam dua tahun ke depan sejak ditandatanganinya perjanjian
tersebut, yakni pada 21 November 1965.
Namun pihak-pihak yang menolak kebijakan John F. Kennedy menandatangani
perjanjian itu, khususnya segelintir kelompok Zionis Internasional yang
sangat berpengaruh di AS bertekat untuk menghabisi nyawa dan minimal
karir politik kedua kepala negara penandatangan perjanjian itu sebelum
masuk jatuh tempo pada 21 November 2965 dengan tujuan menguasai account
The HEF tersebut yang berarti menguasai keuangan dunia perbankan.
Target sasaran pertama, ’menyelesaikan’ pihak I selaku pembayar, yakni
membuat konspirasi super canggih dengan ending menembak mati Presiden AS
JF Kennedy itu dan berhasil. Sudah mati satu orang penandatangan
perjanjian, masih seorang lagi sebagai target ke II, yakni Ir Soekarno.
Kaki tangan kelompok Zionis Internasional yang sejak awal menentang
kesepakatan perjanjian itu meloby dan menghasut CIA dan Deplu AS untuk
menginfiltrasi TNI-AD yang akhirnya berpuncak pada peristiwa G30S
disusul ’penahanan’ Soekarno’ oleh rezim Soeharto. Apesnya lagi,
Soekarno tidak pernah sempat memberikan mandat pencairan fee penggunaan
kolateral AS itu kepada siapa pun juga !! Hingga beliau almarhum beneran
empat tahun kemudian dalam status tahanan politik.
Sedangkan kalangan dekat Bung Karno maupun pengikutnya dipenjarakan
tanpa pengadilan dengan tudingan terlibat G30S oleh rezim Soeharto.
Mereka dipaksa untuk mengungkapkan proses perjanian itu dan bagaimana
cara mendapatkan harta nenek moyang di luar negeri itu. Namun usaha keji
ini tidak pernah berhasil.
Hal Ikhwal Perjanjian
Sepenggal kalimat penting dalam perjanjian tersebut =>
”Considering
this statement, which was written andsigned in Novemver, 21th 1963
while the new certificate was valid in 1965 all the ownership, then the
following total volumes were justobtained.” Perjanjian hitam di atas
putih itu berkepala surat lambing Garuda bertinta emas di bagian
atasnya dan berstempel ’The President of The United State of America’
dan ’Switzerland of Suisse’.
Berbagai otoritas moneter maupun kaum Monetarist, menilai perjanjian itu
sebagai fondasi kolateral ekonomi perbankan dunia hingga kini. Ada
pandangan khusus para ekonom, AS dapat menjadi negara kaya karena
dijamin hartanya ’rakyat Indonesia’, yakni 57.150 ton emas murni milik
para raja di Nusantara ini. Pandangan ini melahirkan opini kalau negara
AS memang berutang banyak pada Indonesia, karena harta itu bukan punya
pemerintah AS dan bukan punya negara Indonesia, melainkan harta
raja-rajanya bangsa Indonesia.
Bagi bangsa AS sendiri, perjanjian The Green Hilton Agreement merupakan
perjanjian paling tolol yang dilakukan pemerintah AS. Karena dalam
perjanjian itu AS mengakui asset emas bangsa Indonesia. Sejarah ini
berawal ketika 350 tahun Belanda menguasai Jawa dan sebagian besar
Indonesia. Ketika itu para raja dan kalangan bangsawan, khususnya yang
pro atau ’tunduk’ kepada Belanda lebih suka menyimpan harta kekayaannya
dalam bentuk batangan emas di bank sentral milik kerajaan Belanda di
Hindia Belanda, The Javache Bank (cikal bakal Bank Indonesia). Namun
secara diam-diam para bankir The Javasche Bank (atas instruksi
pemerintahnya) memboyong seluruh batangan emas milik para nasabahnya
(para raja-raja dan bangsawan Nusantara) ke negerinya di Netherlands
sana dengan dalih keamanannya akan lebih terjaga kalau disimpan di pusat
kerajaan Belanda saat para nasabah mempertanyakan hal itu setelah
belakangan hari ketahuan.
Waktu terus berjalan, lalu meletuslah Perang Dunia II di front Eropa,
dimana kala itu wilayah kerajaan Belanda dicaplok pasukan Nazi Jerman.
Militer Hitler dan pasukan SS Nazi-nya memboyong seluruh harta kekayaan
Belanda ke Jerman. Sialnya, semua harta simpanan para raja di Nusantara
yang tersimpan di bank sentral Belanda ikut digondol ke Jerman.
Perang Dunia II front Eropa berakhir dengan kekalahan Jerman di tangan
pasukan Sekutu yang dipimpin AS. Oleh pasukan AS segenap harta jarahan
SS Nazi pimpinan Adolf Hitler diangkut semua ke daratan AS, tanpa
terkecuali harta milik raja-raja dan bangsawan di Nusantara yang
sebelumnya disimpan pada bank sentral Belanda. Maka dengan modal harta
tersebut, Amerika kembali membangun The Federal Reserve Bank (FED) yang
hampir bangkrut karena dampak Perang Dunia II, oleh ’pemerintahnya’ The
FED ditargetkan menjadi ujung tombak sistem kapitalisme AS dalam
menguasai ekonomi dunia.
Belakangan kabar ’penjarahan’ emas batangan oleh pasukan AS untuk modal
membangun kembali ekonomi AS yang sempat terpuruk pada Perang Dunia II
itu didengar pula oleh Ir Soekarno selaku Presiden I RI yang langsung
meresponnya lewat jalur rahasia diplomatic untuk memperoleh kembali
harta karun itu dengan mengutus Dr Subandrio, Chaerul saleh dan Yusuf
Muda Dalam walaupun peluang mendapatkan kembali hak sebagai pemilik
harta tersebut sangat kecil. Pihak AS dan beberapa negara Sekutu saat
itu selalu berdalih kalau Perang Dunia masuk dalam kategori Force Majeur
yang artinya tidak ada kewajiban pengembalian harta tersebut oleh pihak
pemenang perang.
Namun dengan kekuatan diplomasi Bung Karno akhirnya berhasil meyakinkan
para petinggi AS dan Eropa kalau asset harta kekayaan yang diakuisisi
Sekutu berasal dari Indonesia dan milik Rakyat Indonesia. Bung Karno
menyodorkan fakta-fakta yang memastikan para ahli waris dari nasabah The
Javache Bank selaku pemilik harta tersebut masih hidup !!
Nah, salah satu klausul dalam perjanjian The Green Hilton Agreement
tersebut adalah membagi separoh separoh (50% & 50%) antara RI dan
AS-Sekutu dengan ’bonus belakangan’ satelit Palapa dibagi gratis oleh AS
kepada RI. Artinya, 50 persen (52.150 ton emas murni) dijadikan
kolateral untuk membangun ekonomi AS dan beberapa negara eropa yang baru
luluh lantak dihajar Nazi Jerman, sedang 50 persen lagi dijadikan
sebagai kolateral yang membolehkan bagi siapapun dan negara manapun
untuk menggunakan harta tersebut dengan sistem sewa (leasing) selama 41
tahun dengan biaya sewa per tahun sebesar 2,5 persen yang harus
dibayarkan kepada RI melalui Ir.Soekarno. Kenapa hanya 2,5 persen ?
Karena Bun Karno ingin menerapkan aturan zakat dalam Islam.
Pembayaran biaya sewa yang 2,5 persen itu harus dibayarkan pada sebuah
account khusus a/n The Heritage Foundation (The HEF) dengan
instrumentnya adalah lembaga-lembaga otoritas keuangan dunia (IMF, World
Bank, The FED dan The Bank International of Sattlement/BIS). Kalau
dihitung sejak 21 November 1965, maka jatuh tempo pembayaran biaya sewa
yang harus dibayarkan kepada RI pada 21 November 2006. Berapa besarnya ?
102,5 persen dari nilai pokok yang banyaknya 57.150 ton emas murni +
1.428,75 ton emas murni = 58.578,75 ton emas murni yang harus dibayarkan
para pengguna dana kolateral milik bangsa Indonesia ini.
Padahal, terhitung pada 21 November 2010, dana yang tertampung dalam The
Heritage Foundation (The HEF) sudah tidak terhitung nilainya. Jika
biaya sewa 2.5 per tahun ditetapkan dari total jumlah batangan emasnya
57.150 ton, maka selama 45 tahun X 2,5 persen = 112,5 persen atau lebih
dari nilai pokok yang 57.150 ton emas itu, yaitu 64.293,75 ton emas
murni yang harus dibayarkan pemerintah AS kepada RI. Jika harga 1 troy
once emas (31,105 gram emas ) saat ini sekitar 1.500 dolar AS, berapa
nilai sewa kolateral emas sebanyak itu ?? Hitung sendiri aja !!
Mengenai keberadaan account The HEF, tidak ada lembaga otoritas keuangan
dunia manapun yang dapat mengakses rekening khusus ini, termasuk
lembaga pajak. Karena keberadaannya yang sangat rahasia. Makanya, selain
negara-negara di Eropa maupun AS yang memanfaatkan rekening The HEF
ini, banyak taipan kelas dunia maupun ’penjahat ekonomi’ kelas paus dan
hiu yang menitipkan kekayaannya pada rekening khusus ini agar terhindar
dari pajak.
Tercatat orang-orang seperti George Soros, Bill Gate, Donald Trump,
Adnan Kasogi, Raja Yordania, Putra Mahkota Saudi Arabia, bangsawan Turko
dan Maroko adalah termasuk orang-orang yang menitipkan kekayaannya pada
rekening khusus tersebut.
Quote:
George Soros dengan dibantu ole CIA berusaha untuk membobol
account khusus tersebut. Bahkan, masih menurut sumber yang bisa
dipercaya, pada akhir 2008 lalu, George Soros pernah mensponsori
sepasukan kecil yang terdiri dari CIA dan MOSSAD mengadakan investigasi
rahasia dengan berkeliling di pulau Jawa demi untuk mendapatkan user
account dan PIN The HEF tersebut.
|
Selain itu, George Soros dibantu dinas rahasia CIA pernah berusaha
membobol account khusus tersebut, namun gagal. Bahkan akhir 2008 lalu,
George Soros pernah mensponsori sepasukan kecil agen CIA dan MOSSAD
(agen rahasia Israel) mengadakan investigasi rahasia dengan berkeliling
di pulau Jawa demi untuk mendapatkan user account dan PIN The HEF
tersebut termasuk untuk mencari tahu siapa yang diberi mandat Ir
Soekarno terhadap account khusus itu. Padahal Ir Soekarno atau Bung
Karno tidak pernah memberikan mandat kepada siapa pun. artinya pemilik
harta rakyat Indonesia itu tunggal, yakni Bung Karno sendiri. Sampai
saat ini !!
Penjahat Perbankan Internasional Manfaatkan Saat Ada Bencana Alam Besar
Sialnya,
CUSIP Number (nomor register World Bank) atas kolateral
ini bocor. Nah, CUSIP inilah yang kemudian dimanfaatkan kalangan bankir
papan atas dunia yang merupakan penjahat kerah putih (white collar
crime) untuk menerbitkan surat-surat berharga atas nama orang-orang
Indonesia.
Pokoknya siapa pun dia, asal orang Indonesia berpassport
Indonesia dapat dibuatkan surat berharga dari UBS, HSBC dan bank besar
dunia lainnya. Biasanya terdiri dari 12 lembar, diantaranya ada yang
berbentuk Proof of Fund, SBLC, Bank Guaranted, dan lainnya. Nilainya pun
fantastis, rata-rata di atas 500 juta dolar AS hingga 100 miliyar dolar
AS.
Ketika dokumen tersebut dicek, maka kebiasaan kalangan perbankan akan
mengecek CUSIP Number. Jika memang berbunyi, maka dokumen tersebut dapat
menjalani proses lebih lanjut. Biasanya kalangan perbankan akan
memberikan bank officer khusus bagi surat berharga berformat Window Time
untuk sekedar berbicara sesama bank officer jika dokumen tersebut akan ditransaksikan. Sesuai prosedur perbankan, dokumen jenis ini hanya bisa
dijaminkan atau dibuatkan rooling program atau private placement yang
bertempo waktu transaksi hingga 10 bulan dengan High Yield antara 100
persen s/d 600 persen per tahun.
Nah, uang sebesar itu hanya bisa dicairkan untuk proyek kemanusiaan.
Makanya, ketika terjadi musibah Tsunami di Aceh dan gempa di DIY, maka
dokumen jenis ini beterbangan sejagat raya bank. Anehnya, setiap
orang Indonesia yang namanya tercantum dalam dokumen itu, masih saja
hidup miskin blangsak sampai sekarang. Karena memang hanya permainan
bandit bankir kelas hiu yang mampu mengakali cara untuk mencairkan aset
yang terdapat dalam rekening khusus itu.
Di sisi lain, mereka para bankir curang juga berhasil membentuk opini,
dimana sebutan ’orang stress’, sarap atau yang agak halus ’terobsesi’
kerap dilontarkan apabila ada seseorang yang mengaku punya harta banyak,
miliyaran dollar AS yang berasal dari Dana Revolusi atau Harta Amanah
Bangsa Indonesia. Opini yang terbentuk ini bagi pisau bermata dua, satu
sisi menguntungkan bagi keberadaan harta yang ada pada account khusus
tersebut tidak terotak-atik, namun sisi lainnya para bankir bandit dapat
memanfaatkannya demi keuntungan pribadi dan komplotannya ketika ada
bencana alam besar di dunia, seperti bencana Tsunami di Jepang baru-baru
ini. Tapi yang paling berbahaya, tidak ada pembelaan rakyat, negara dan
pemerintah Indonesia ketika harta ini benar-benar ada dan mesti
diperjuangkan bagi kemakmuran rakyat Indonesia.
Kalau benar itu, maka betapa nistanya rakyat Indonesia. Kalau benar
itu terjadi betapa bodohnya Pemerintahan kita dalam masalah ini. Kalau
ini benar terjadi betapa tak berdayanya bangsa ini, hanya kebagian USD
2,7 milyar. Padahal harta tersebut berharga ribuan trilyun dollar AS.
Aset itu bukan aset gratis peninggalan sejarah, aset tersebut merupakan
hasil kerja keras nenek moyang kita di era masa keemasan kerajaan di
Indonesia. Sebab dulu, beli beras saja pakai balokan emas sebagai alat
pembayarannya. Bahkan kerajaan China membeli rempah-rempah ke Indonesia
menggunakan balokan emas.
Lalu bagaimana nasib tersebut, kita sebagai bangsa yang besar masih
perlu mengkaji lebih lanjut. Pemerintah bersama rakyat perlu membentuk
Tim Besar dan lobby yang besar ditingkat internasional untuk menduduk
kembali soal harta yang disepakati dalam The Green Hilton Memorial
Agreement ini. Karena ini sudah menjadi fakta sejarah yang tidak bisa
dilewatkan begitu saja. Sebab harta ini milik rakyat dan bangsa Indonesia. Bukan milik pribadi
Bung Karno. Keberhasilan lobby politik Bung Karno yang luar biasa ini
harus diteruskan dan jangan dimentahkan begitu saja.
Sumber:
Kaskus