Uang dalam ilmu ekonomi tradisional didefinisikan  sebagai setiap alat tukar yang dapat diterima  secara umum. Alat tukar  itu dapat berupa benda apapun yang dapat  diterima oleh setiap orang di  masyarakat dalam proses pertukaran barang dan jasa.
Dalam ilmu ekonomi  modern, uang didefinisikan sebagai sesuatu yang  tersedia dan secara  umum diterima sebagai alat pembayaran bagi pembelian  barang-barang dan  jasa-jasa serta kekayaan berharga lainnya serta untuk  pembayaran  hutang.
Beberapa ahli juga menyebutkan fungsi uang sebagai alat penunda  pembayaran. di Indonesia sendiri nenekmoyang kita juga telah mengenal  uang ingin  tahu jenis mata uanag yang pernah di pakai bangsa Indonesia  dahulu kala  simak 10 Mata Uang Tertua yang Pernah ada di Indonesia.
10. Uang Real Batu, Kesultanan Sumenep (1730 M)
Kerajaan   Sumenep di Madura mengedarkan mata uang yang berasal dari uang-uang   asing yang kemudian diberi cap bertulisan Arab berbunyi ‘sumanap’   sebagai tanda pengesahan. Uang kerajaan Sumenep yang berasal dari uang   Spanyol disebut juga real batu karena bentuknya yang tidak beraturan.   Dulunya uang perak ini banyak beredar di Mexico yang kemudian beredar   juga di Filipina (jajahan Spanyol). Di negeri asalnya uang mi bernilai 8   Reales. Selain uang real Mexico, kerajaan Sumenep juga memanfaatkan   uang gulden Belanda dan uang thaler Austria.
9. Uang Picis, Kesultanan Cirebon (1710 M)
Sultan   yang memerintah kerajaan Cirebon pernah mengedarkan mata uang yang   pembuatannya dipercayakan kepada seorang Cina. Uang timah yang amat   tipis dan mudah pecah ini berlubang segi empat atau bundar di tengahnya,   disebut picis, dibuat sekitar abad ke-17. Sekeliling lubang ada  tulisan  Cina atau tulisan berhuruf Latin berbunyi CHERIBON.
8. Uang Jinggara, Kerajaan Gowa (Abad ke-16)
Di   daerah Sulawesi, yaitu Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, berdiri   kerajaan Gowa dan Buton. Kerajaan Gowa pernah mengedarkan mata uang  dan  emas yang disebut jingara, salah satunya dikeluarkan atas nama  Sultan  Hasanuddin, raja Gowa yang memerintah dalam tahun 1653-1669. Di  samping  itu beredar juga uang dan bahan campuran timah dan tembaga,  disebut  kupa.
7. Uang Kasha Banten, Kesultanan Banten (Abad ke-15)
Mata-uang   dari Kesultanan banten pertama kali dibuat sekitar 1550-1596 Masehi.   Bentuk koin Banten mengambil pola dari koin cash Cina yaitu dengan   lubang di tengah, dengan ciri khasnya 6 segi pada lubang tengahnya   (heksagonal). Inskripsi pada bagian muka pada mulanya dalam bahasa Jawa:   “Pangeran Ratu”. Namun setelah mengakarnya agama Islam di Banten,   inskripsi diganti dalam bahasa Arab, “Pangeran Ratu Ing Banten”.   Terdapat beberapa jenis mata-uang lainnya yang dicetak oleh   Sultan-sultan Banten, baik dari tembaga ataupun dari timah, seperti yang   ditemukan pada akhir-akhir ini.
6. Uang Kampua, Kerajaan Buton (Abad ke-14)
Uang   yang sangat unik,yang dinamakan Kampua dengan bahan kain tenun ini   merupakan satu-satunya yang pernah beredar di Indonesia. Menurut cerita   rakyat Buton, Kampua pertamakali diperkenalkan oleh Bulawambona,yaitu   Ratu kerajaan Buton yang kedua,yang memerintaha sekitar abad XIV.   Setelah ratu meninggal,lalu diadakan suatu “pasar” sebagai tanda   peringatan atas jasa-jasanya bagi kerajaan Buton. Pada pasar tersebut   orang yang berjualan engambil tempat dengan mengelilingi makam Ratu   Bulawambona. Setelah selesai berjualan,para pedagang memberikan suatu   upetiyang ditaruh diatas makam tersebut,yang nantinya akan masuk ke kas   kerajaan. Cara berjualan ini akhirnya menjadi suatu tradisi bagi   masyarakat Buton,bahkan sampai dengan tahun 1940.
5. Uang Dirham, Kerajaan Samudra Pasai (1297 M)
Mata   uang emas dari Kerajaan Samudra Pasai untuk pertama kalinya dicetak   oleh Sultan Muhammad yang berkuasa sekitar 1297-1326. Mata uangnya   disebut Dirham atau Mas, dan mempunyai standar berat 0,60 gram (berat   standar Kupang). Namun ada juga koin-koin Dirham Pasai yang sangat kecil   dengan berat hanya 0,30 gram (1/2 Kupang atau 3 Saga). Uang Mas Pasai   mempunyai diameter 10–11 mm, sedangkan yang setengah Mas berdiameter 6   mm. Pada hampir semua koinnya ditulis nama Sultan dengan gelar “Malik   az-Zahir” atau “Malik at-Tahir”.
4. Uang Gobog Wayang, Kerajaan Majapahit (Abad k-13)
pada   zaman Majapahit ini dikenal koin-koin yang disebut “Gobog Wayang”,   dimana untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh Thomas Raffles, dalam   bukunya The History of Java. Bentuknya bulat dengan lubang tengah karena   pengaruh dari koin cash dari Cina, ataupun koin-koin serupa yang   berasal dari Cina atau Jepang. Koin gobog wayang adalah asli buatan   lokal, namun tidak digunakan sebagai alat tukar. Sebenarnya koin-koin   ini digunakan untuk persembahan di kuil-kuil seperti yang dilakukan di   Cina ataupun di Jepang sehingga disebut sebagai koin-koin kuil. Setelah   redup dan runtuhnya kerajaan Majapahit di Jawa Timur (1528), Banten di   Jawa bagian barat muncul sebagai kota dagang yang semakin ramai.
3. Uang “Ma”, (Abad ke-12)
Mata   uang Jawa dari emas dan perak yang ditemukan kembali, termasuk di  situs  kota Majapahit, kebanyakan berupa uang “Ma”, (singkatan dari  māsa)  dalam huruf Nagari atau Siddham, kadang kala dalam huruf Jawa  Kuno. Di  samping itu beredar juga mata uang emas dan perak dengan  satuan tahil,  yang ditemukan kembali berupa uang emas dengan tulisan ta  dalam huruf  Nagari. Kedua jenis mata uang tersebut memiliki berat yang  sama, yaitu  antara 2,4 – 2,5 gram.
Selain itu masih ada beberapa  mata uang  emas dan perak berbentuk segiempat, ½ atau ¼ lingkaran,  trapesium,  segitiga, bahkan tak beraturan sama sekali. Uang ini  terkesan dibuat apa  adanya, berupa potongan-potongan logam kasar; yang  dipentingkan di sini  adalah sekedar cap yang menunjukkan benda itu  dapat digunakan sebagai  alat tukar. Tanda tera atau cap pada uang-uang  tersebut berupa gambar  sebuah jambangan dan tiga tangkai tumbuhan atau  kuncup bunga (teratai?)  dalam bidang lingkaran atau segiempat. Jika  dikaitkan dengan kronik Cina  dari zaman Dinasti Song (960 – 1279) yang  memberitakan bahwa di Jawa  orang menggunakan potongan-potongan emas dan  perak sebagai mata uang,  mungkin itulah yang dimaksud.
2. Uang Krishnala, Kerajaan Jenggala (1042-1130 M)
Pada   zaman Daha dan Jenggala, uang-uang emas dan perak tetap dicetak dengan   berat standar, walaupun mengalami proses perubahan bentuk dan  desainnya.  Koin emas yang semula berbentuk kotak berubah desain menjadi  bundar,  sedangkan koin peraknya mempunyai desain berbentuk cembung,  dengan  diameter antara 13-14 mm.
Pada waktu itu uang kepeng Cina  datang  begitu besar, sehingga saking banyaknya jumlah yang beredar,  akhirnya  dipakai secara “resmi” sebagai alat pembayaran, menggantikan  secara  total fungsi dari mata uang lokal emas dan perak.
1. Uang Syailendra (850 M)
Mata   uang Indonesia dicetak pertama kali sekitar tahun 850/860 Masehi,  yaitu  pada masa kerajaan Mataram Syailendra yang berpusat di Jawa  Tengah.  Koin-koin tersebut dicetak dalam dua jenis bahan emas dan  perak,  mempunyai berat yang sama, dan mempunyai beberapa nominal :
* Masa (Ma), berat 2.40 gram; sama dengan 2 Atak atau 4 Kupang
* Atak, berat 1.20 gram; sama dengan ½ Masa, atau 2 Kupang
* Kupang (Ku), berat 0.60 gram; sama dengan ¼ Masa atau ½ Atak
Sebenarnya   masih ada satuan yang lebih kecil lagi, yaitu ½ Kupang (0.30 gram) dan  1  Saga (0,119 gram). Koin emas zaman Syailendra berbentuk kecil  seperti  kotak, dimana koin dengan satuan terbesar (Masa) berukuran 6 x  6/7 mm  saja. Pada bagian depannya terdapat huruf Devanagari “Ta”. Di   belakangnya terdapat incuse (lekukan ke dalam) yang dibagi dalam dua   bagian, masing-masing terdapat semacam bulatan. Dalam bahasa numismatik,   pola ini dinamakan “Sesame Seed”.
Sedangkan koin perak Masa   mempunyai diameter antara 9-10 mm. Pada bagian muka dicetak huruf   Devanagari “Ma” (singkatan dari Masa), dan di bagian belakangnya   terdapatsyailendra.JPG incuse dengan pola “Bunga Cendana”.
 
0 komentar:
Posting Komentar