Labels

100 Tokoh Dunia (97) Alam (28) Alien (9) Artikel (266) Binatang (18) Catatanku (17) Do"a (7) Download (6) FACEBOOK (8) Fakta (20) Film (23) Foto (91) GaMe (3) Handphone (6) Imsakiyah (17) Indonesiaku (3) Internet (11) Islam (174) Kata2 (5) Kenapa? (9) Kesehatan (24) Kisah (35) Kisah 25 Nabi (22) Komputer (12) Lelucon (33) Minangkabau (21) Misteri (73) Musik (9) Nusantara (1) Olah Raga (17) Pendidikan (2) Photoshop (86) Puisi (14) Renungan (37) Sejarah (109) Teknologi (13) Tips n Trik (16) Tokoh (165) Tour De Singkarak 2011 (7) Tour De Singkarak 2013 (1) TV (7) Unik n Kreatif (286) Video (7) Widget (1)

Belanda merdeka dibantu khilafiah Utsmani

Belanda terkenal dengan sikap anti Islam. Hal ini ditunjukkan dengan beberapa kasus pelecehan terhadap Islam dan Rasulullah Muhammad SAW.

(SurauNet): Tindak pelecehan bukan hanya dilakukan oleh masyarakatnya namun pemerintah Belanda juga seolah-olah merestui tindakan tersebut karena tidak ada tindakan tegas. Bahkan justru berlindung dibalik kebebasan berpendapat.

Kenapa masyarakat Belanda mempunyai sikap seperti itu? Apakah selama ini Belanda tidak ada hubungan dengan Islam sehingga seolah-olah tidak mengenal Islam sama sekali?

Untuk menjawab pertanyaan di atas, redaksi alwaie (Rusydan dan gus uwik) mewawancara Idries De Vries, aktivis Islam dari Belanda. Berikut petikannya.

Negeri Belanda dikenal sebagai negeri yang mentoleransi sikap anti-islam. Bagaimana reaksi muslim di negerimu terhadap pelecehan atas Nabi Muhammad (seperti kasus kartun Denmark dan Fitnah-nya Geert Wilder)?

Apakah sikap anti-Islam adalah sudut pandang yang umum ditemukan pada masyarakat Belanda?

Benar. Selama bertahun-tahun terakhir sentimen publik Belanda terhadap Islam cenderung negatif. Sentimen semacam ini timbul di saat kebangkitan Islam global mulai mempengaruhi muslim di Belanda juga.

Seperti diketahui, sentimen yang membentuk opini publik adalah tindakan yang sengaja dilakukan oleh mereka yang berpengaruh dan yang juga memiliki kontrol terhadap media massa populer.

Penjelasan mengenai mengapa sentimen anti Islam begitu kental terasa di Belanda memerlukan penjelasan yang lebih mendalam tentang latar belakangnya.

Tanpa diketahui banyak orang, awal hubungan antara Belanda dengan Islam/Dunia Islam dapat dilacak hingga berabad-abad yang lalu.

Misalnya, selama 80 tahun perang kemerdekaan Belanda dari dominasi Spanyol di abad ke 15 dan 16, Belanda secara aktif mencari dukungan dari Khalifah di Istanbul.

Pemimpin resistensi Belanda, Raja William I �Oranye� mencari sokongan dana dan persenjataan dari Khalifah, yangk akhirnya dikabulkan.

Khalifah mendukung pemberontakan Belanda dengan dana, dan angkatan lautnya menyerang armada kapal perang Spanyol di Laut Mediterania untuk membantu melepas tekanan Spanyol terhadap Belanda.

Setelah mencapai kemerdekaanya, Belanda diundang untuk membuka kedutaan di negara Khilafah, yang dibuka di tahun 1612.

Cornelis Haga adalah duta besar Belanda pertama pada masa pemerintahan Khalifa Ahmed I (1603-1617).

Karena kerjasama Khalifah dalam Perang Kemerdekaan Belanda, Belanda menjalin kerjasama perdagangan dengan umat Islam. Mereka membuka kantor konsuler di berbagai kota pelabuhan di kawasan Mediterania, termasuk membuka daerah komunitas Belanda di kota Smyrna (Izmir) dalam wilayah kekuasaan Khilafah Uthmani.

Di daerah tersebut, warga Belanda diberi kebebasan beragama dan mendirikan gereja dan membangun pemakaman disamping juga rumah sakit, tempat pembuatan roti, dan bahkan kedai bar.

Duta besar Belanda untuk Indonesia saat ini, Nicolaos van Dam bahkan menulis buku tentang relasi Belanda dengan Khilafah Uthmani dalam bukunya 'Belanda dan Dunia Arab: Dari Abad Pertengahan menuju Abad ke 21.'

Salah satu konsekuensi dari hubungan dagang yang dilakukan melalui laut adalah terlibatnya banyak pelayar Belanda yang ikut mengabdi dalam Angkatan Laut Khilafah Islam.

Contohnya adalah Jan Janszoon van Haarlem dan Ivan Dirkie de Veenboer, yang kemudian berganti nama sebagai Murat Reis dan Suleyman Reis setelah mereka memeluk Islam. Maka sejak abad 17 dan 18 sudah ada beberapa warga Belanda yang telah masuk Islam.

Bermula dari hubungan ini juga, banyak warga Belanda yang kemudian mempelajari Islam dan juga bahasa yang digunakan oleh umat Islam.

Di tahun 1575, Universitas Leiden membuka Fakultas Bahasa Orient� (kawasan Asia Timur) untuk membekali warga Belanda dengan kemampuan bahasa seperti bahasa Arab, Turki, dan Persia, serta juga pengetahuan tentang Islam.

Bidang studi Orient ini dimulai untuk mendukung hubungan perdagangan dengan umat Islam. Namun sejak turunnya pamor intelektual serta pengaruh Khilafah Islam terhadap dunia, studi tentang Islam dan bahasa umat Islam di Belanda mulai berpindah arah dan tujuan.

Ketika Belanda menjajah Indonesia, pengetahuan yang dimiliki Belanda tentang Islam dan Bahasa para pemeluknya digunakan untuk mendukung upaya penundukan umat Islam dan penjarahan sumber daya alamnya.

Hal ini sungguh menjadi ironi tersendiri dan kejahatan terburuk dalam sejarah peradaban. Belanda memulai untuk belajar tentang Islam karena kaum muslim telah membantu mereka ketika mereka tertindas oleh Spanyol, menawarkan perdagangan, dan menerima mereka dengan persahabatan di wilayah kekuasaan mereka.

Setelah terbebasnya kota Leiden di Belanda dari pendudukan Spanyol, suatu Universitas dibangun diatasnya sebagai monumen kemenangan dan di kampus inilah studi Bahasa Orient berkembang pesat.

Namun ketika Muslim mulai menurun pengaruhnya, pengetahuan yang dibina di kampus Universitas Leiden justru digunakan untuk menundukkan dan menjajah umat muslim yang sama yang sebelumnya telah membantu Belanda, memberi perlakuan istemewa dalam perdagangan dan memperlakukannya dengan hormat.

Selama masa penjajahan Belanda terhadap Indonesia, Universitas Leiden pun berkembang sebagai pusat studi tentang Islam yang difungsikan untuk menguasai penduduk muslim Indonesia.

Ilmu yang awalnya dikembangkan di Universitas Leiden sebagai ilmu pengetahuan yang bernilai positif (dengan tujuan membangun relasi yang baik dengan umat Islam) mulai bergeser menuju perkembangan ilmu yang bernilai negatif (dengan tujuan melanggengkan dominasi Belanda terhadap muslim Indonesia).

Lulusan Universitas Leiden pun adalah sarjana barat yang mendalami Islam (yang juga dikenal sebagai Orientalis), yang juga menyimpan kesinisan terhadap Islam dan Muslim.

Mereka ini terlibat dalam administrasi penjajahan Belanda di Indonesia. Salah satu diantaranya adalah Profesor Christiaan Snouck Hurgronje yang ditugaskan oleh Pemerintah Hindia Belanda ke Indonesia pada abad ke 19 untuk menyamar sebagai ulama dengan nama Abd al Ghaffar, sehingga mampu menyesatkan umat muslim dengan menggunakan ilmu tentang Islam.

Ia memberikan berbagai strategi kepada pemerintahan Belanda dalam upaya menundukkan umat Islam, contohnya, pemerintah selayaknya tidak mencampuri urusan ritual seperti Sholat dan Puasa.

Akan tetapi, pemerintah harus tegas membasmi mereka yang mempraktikkan Islam Politik.

Meskipun sejarah Belanda yang berhubungan dengan Muslim dan Islam telah berlangsung lama dan menghasilkan berbagai pengetahuan tentang Islam, warga Belanda biasa pada umumnya masih tidak banyak mengerti Islam secara benar.

Tentang Islam yang berumur tidak kurang dari 300 tahun tidak mudah diakses oleh orang biasa dan hanya bisa dikuasai oleh kalangan elit saja di Universitas Leiden.

Contohnya, perpustakaan universitas Leiden menyimpan informasi khusus tentang Islam tapi tidak boleh dipelajari oleh orang biasa.

Maka maraknya opini anti Islam di Belanda akhir-akhir ini terjadi karena kombinasi antara ketidaktahuan masyarakat Belanda tentang Islam dan mentalitas para akademisi yang tidak mempelajari Islam untuk mencari kebenaran atau untuk menumbuhkan hubungan yang baik dengan umat Islam.

Setelah menikmati masa keemasan saat berkuasanya pemerintahan Hindia Belanda, pamor Universitas Leiden sebagai pusat studi Islam sempat menurun.

Namun akhir-akhir ini ketika umat Islam mulai terbangkitkan intelektualnya, mendekatkan diri mereka kembali ke Allah swt dengan rajin beribadah dan melaksanakan sunnah Nabi Muhammad, kalangan akademisi Orientalis Universitas Leiden kembali menemukan kesempatan untuk mengulang masa keemasan mereka.

Para akademisi tersebut digunakan oleh elit pemerintahan Barat dan juga oleh mereka yang memiliki tendensi kepentingan kapitalistik untuk membendung laju kebangkitan Islam dan menggagalkan aspirasi penegakan kembali Negara Islam dan implementasi sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan.

Para orientalis ini menggunakan ilmunya tentang Islam untuk mengaburkan realita Islam yang sebenarnya.

berharap mereka mampu menjauhkan muslim dari Islam. Atau, setidaknya, muslim terisolasi dari pemahaman Islam yang benar bahwa satu-satunya solusi terhadap semua permasalahan hidup adalah sistem yang diturunkan oleh ALLAH swt.

Mereka juga berharap agar kaum non muslim juga menjadi takut dan khawatir terhadap Islam dan muslim. Dengan demikian, mereka bisa menggunakan non muslim untuk menekan atau memaksa umat muslim di Belanda untuk meninggalkan agamanya atau menjalani kehidupan beragama di sana dengan penuh kesulitan.

Para orientalis dan kalangan elit Belanda telah berhasil menanamkan rasa takut terhadap Muslim dan Islam di dalam masyarakat non muslim di sana.

Ketakutan ini bahkan sudah mencapai ke tingkat kebencian dimana masyarakat tidak lagi segan untuk mendukung secara terbuka politisi yang menkampanyekan untuk mengambil hak-hak muslim, menutup masjid, dan memaksa muslim untuk mengikuti gaya hidup Barat dan menerima ide Barat sebagai ide baik, serta melarang keyakinan Muslim yang mentaati Allah swt dalam segala bidang kehidupan.

Maka, jawaban dari pertanyaan tadi adalah memang benar bahwa masyarakat Belanda saat ini memang memiliki sentimen anti Islam.

Hal ini memang bisa dipahami karena kalangan yang berpengaruh dalam pembentukan opini publik memiliki agenda untuk menyebarluaskan sentimen anti-islam.

Opini yang tersebar umum inilah yang diambil oleh mayoritas anggota masyarakat sebagai bagian dari opini mereka masing-masing.

Kendati demikian, usaha para orientalis dan para elit petingginya dalam menekan umat Islam di Belanda menemui banyak sekali kendala.

Alhamdulillah, serangan anti Islam yang datang bertubi-tubi, yang menyerang Nabi Muhammad Saaw khususnya, dan umat Islam umumnya, justru membuat umat Islam semakin dekat kepada Islam itu sendiri.

Dalam banyak peristiwa, muslim di Belanda merapatkan barisannya ketika menghadapi celaan terhadap agamanya. Contohnya, sebagai tanggapan terhadap film Fitna, kaum muda Hizbut Tahrir menyeru umat Islam untuk mengumpulkan petisi yang mengecam pelecehan terhadap Islam.

Dalam beberapa minggu saja, aktivis Hizbut Tahrir telah mengumpulkan 35.000 tandatangan dari seluruh pelosok Belanda.

Sungguh luarbiasa, karena jumlah tandatangan dalam petisi tersebut adalah jumlah terbesar dalam sejarah pengumpulan petisi di Belanda!

Dimana-mana, aktivis pemuda Hizbut Tahrir disambut oleh umat Islam di berbagai masjid di Belanda yang menyatakan apresiasinya dan rasa terima kasih atas usaha yang mereka lakukan.

Bahkan banyak diantara warga muslim yang menawarkan para aktivis Hizbut Tahrir sejumlah dana yang besar untuk melakukan kegiatan protes, namun Alhamdulillah hal itu ditolak oleh para aktivis.

Einstein 'gagal' menemukan Tuhan

Albert Einstein adalah salah satu sosok pemikir yang sangat dikagumi sekaligus sangat dibenci di pengujung abad 20 dan bahkan hingga kini. Kenapa demikian?

(SurauNet): Albert Einstein adalah salah satu sosok pemikir yang sangat dikagumi sekaligus sangat dibenci di pengujung abad 20 dan bahkan hingga kini.

Kenapa demikian? Karena selain penemuan-penemuan spektakulernya di bidang sains dan teknonogi yang sulit ditandingi oleh para ilmuan pada masanya, Einstein kerap melancarkan kritik pedas pada gereja dan doktrin-doktrinnya yang dianggap tidak rasional.

Menurut Einstein, gereja telah melakukan 'pembodohan massal' dengan konsep ketuhanan yang tidak masuk akal.

Kritik yang disampaikan Einstein tersebut sebenarnya berangkat dari kegelisahannya ihwal eksistensi Tuhan yang tak kunjung ditemukan.

Ia tidak puas dengan sosok Tuhan yang dipersonalkan atau digambarkan mirip manusia (antropomorfisme) dalam Kitab Injil.

Selain itu, ia juga mengkritik filsafat ketuhanan yang dikembangkan oleh gereja yang terkenal dengan istilah Trinitas: Tuhan Bapak, Tuhan Anak, dan Roh Kudus.

Sampai akhir hayatnya, Einstein belum menemukan jawaban yang rasional terkait dengan filsafat ketuhanan tersebut.

Dalam logika Einstein yang mendasarkan pikirannya pada fisika dan matematika, Tuhan yang dipersonalkan jelas tidak masuk akal.

Karena itu, dengan tegas ia menolak: 'Tentang Tuhan saya tidak dapat menerima suatu konsep apa pun yang berdasarkan otoritas gereja. Sepanjang yang saya ingat, saya membenci indoktrinasi massal. Saya tidak mengimani karena takut akan kehidupan, takut akan kematian, maupun iman yang buta.' (hal. 153)

Pernyataan Einstein tersebut tak pelak membuat panas telinga para pemuka agama Nasrani.

Ia dianggap mengingkari Al-Kitab yang seharusnya diimani tanpa harus diperdebatkan lagi.

Einstein memang cukup berani membongkar sekian ayat yang terdapat dalam kitab Injil yang tidak sesuai dengan nalar logikanya.

Ia sama sekali tidak mengimani Injil sebagai sabda Tuhan karena sepanjang penelitiannya terdapat pertentangan antara Injil yang satu dengan lainnya. Dalam Injil Yohanes, misalnya, Eisntein melihat ada pertentangan ayat yang sangat mendasar dengan Injil Barnabas (The Gospel of Barnabas) yang naskah aslinya ditemukan di The Emperial Library Wina, Austria.

dasar inilah Einstein semakin tidak yakin akan kebenaran Injil.

Apalagi fakta sejarah menunjukkan bahwa ketika Paus St. Glasius I bertahta pada 492-496, Vatikan secara resmi melarang Injil Barnabas beredar dan dibaca oleh umat Kristiani.

Einstein menilai keputusan tersebut sangat paradoks dan sulit diterima oleh akal sehat.

Sehingga dengan lantang ia menuduh Paus telah melakukan campur tangan dalam penulisan Injil.

Kritik pedas inilah yang membuat vatikan kegerahan. Einstein dianggap terlalu berlebihan dan mengada-ada.

Pihak gereja kemudian bergerak lebih cepat untuk menyikapi apa yang telah dikemukakan pemikir yang berpengaruh itu agar tidak mereduksi keimanan umat Kristiani di seluruh dunia.

Seorang pemuka Nasrani yang berasal dari Lutheran Church of Our Savior, yakni pendeta Carl F. Weldman menanggapi dengan keras pendapat Einstein yang menolak Tuhan dipersonalkan:

"Tidak ada Tuhan selain Tuhan personal," Einstein tidak mengetahui apa yang sedang diucapkannya. Dia salah total! (hal. 165).

Dalam pandangan Carl F. Weldman, pernyataan Einstein bukanlah termasuk bagian dari pencarian hakiki akan eksistensiNya.

Akan tetapi hanyalah sebentuk provokasi yang tidak didasari oleh iman yang kuat.

Sri Paus Yohanes Paulus II yang bertahta di Vatikan juga ikut menyerang

Einstein: "Menginginkan bukti-bukti ilmiah tentang Tuhan sama dengan merendahkan Tuhan ke derajad wujud-wujud dunia kita dan karenanya kita akan keliru secara metodologis berkenaan dengan apa itu Tuhan. Sains harus mengakui batas-batasnya serta ketidakmampuannya untuk mencapai eksistensi Tuhan, ia tidak bisa mengukuhkan ataupun mengingkari eksistensiNya." (hal.169).

Semua umat Kristiani yang menerima filsafat ketuhanan dengan modal iman jelas menganggap Einstein sebagai pengingkar (kafir).

Ilmuan peraih nobel yang pada akhir hayatnya kedua bola matanya dijugil untuk diawetkan itu dituduh atheis karena logika berpikirnya tidak sejalan dengan Al-Kitab.

Tuduhan yang sama sebenarnya juga dilancarkan oleh para pemuka agama Yahudi yang menganggap Einstein anti-Tuhan karena telah berani menolak untuk menjalani bar mitzvah, yaitu upacara untuk menjadi komunitas orang Yahudi.

Sebagaimana diulas oleh Wisnu Arya Wardhana dalam buku ini, sejak kecil Einstein memang hidup dengan 'dua agama' Yahudi dan Katholik.

Jika pada pagi hari ia belajar agama Katholik di Katholik Petersschule, sedangkan sorenya ia menerima pelajaran agama Yahudi dari Alexander Moszkowski, guru privat yang sengaja didatangkan oleh orang tuanya (hal.45).

Dengan demikian, Einstein sudah mempelajari dengan cukup cermat isi Kitab Talmud (Taurat) dan isi Al-Kitab (Injil) sejak ia masih kecil, yakni saat masih berumur tujuh tahun.

Walaupun pada saat itu ia belum berani melakukan koreksi terkait beberapa ayat yang tidak sesuai dengan jalan pikirannya.

Hidup dengan dua agama bukanlah sesuatu yang aneh bagi Einstein. Ia belajar agama Yahudi karena termasuk agama leluhurnya, sedangkan pelajaran Katholik ia dalami tak lain karena pencariannya akan eksistensi Tuhan.

Namun sepanjang yang dipelajari Einstein dari kedua Kitab Suci tersebut, yakni Taurat dan Injil, sosok Tuhan yang sesuai dengan jalan pikirannya tak juga ditemukan.

What Quran says about Jews

Not all of them are alike: Of the People of the Book are a portion that stand (For the right): They rehearse the Signs of Allah all night long, and they prostrate themselves in adoration. (Quran, Ali Imran:113)

They believe in Allah and the Last Day; they enjoin what is right, and forbid what is wrong; and they hasten (in emulation) in (all) good works: They are in the ranks of the righteous. (Quran, Ali Imran:114)

And there are, certainly, among the People of the Book, those who believe in Allah, in the revelation to you, and in the revelation to them, bowing in humility to Allah. They will not sell the Signs of Allah for a miserable gain! For them is a reward with their Lord, and Allah is swift in account. (Quran, Ali Imran:199)

But the firm in knowledge among them and the believers believe in what has been revealed to. you and what was revealed before you, and those who keep up prayers and those who give the poor-rate and the believers in Allah and the last day, these it is whom We will give a mighty reward. (Quran, An Nisaa:162)

And you do not take revenge on us except because we have believed in the communications of our Lord when they came to us! Our Lord: Pour out upon us patience and cause us to die in submission.(Quran, Al Araaf:126)

And of Musa's people was a party who guided (people) with the truth, and thereby did they do justice. (Quran, Al Araaf:159)

And (as for) those who hold fast by the Book and keep up prayer, surely We do not waste the reward of the right doers. (Quran, Al Araaf:170)

And when it is recited to them they say: We believe in it surely it is the truth from our Lord; surely we were submitters before this. (Quran, Al Qashash:53)

These shall be granted their reward twice, because they are steadfast and they repel evil with good and spend out of what We have given them. (Quran, Al Qashash:54)