Labels

100 Tokoh Dunia (97) Alam (28) Alien (9) Artikel (266) Binatang (18) Catatanku (17) Do"a (7) Download (6) FACEBOOK (8) Fakta (20) Film (23) Foto (91) GaMe (3) Handphone (6) Imsakiyah (17) Indonesiaku (3) Internet (11) Islam (174) Kata2 (5) Kenapa? (9) Kesehatan (24) Kisah (35) Kisah 25 Nabi (22) Komputer (12) Lelucon (33) Minangkabau (21) Misteri (73) Musik (9) Nusantara (1) Olah Raga (17) Pendidikan (2) Photoshop (86) Puisi (14) Renungan (37) Sejarah (109) Teknologi (13) Tips n Trik (16) Tokoh (165) Tour De Singkarak 2011 (7) Tour De Singkarak 2013 (1) TV (7) Unik n Kreatif (286) Video (7) Widget (1)
Home » » Mengkaji Ayat-Ayat Hitam Bangsa Yahudi

Mengkaji Ayat-Ayat Hitam Bangsa Yahudi


Zionisme adalah akidah dan metode kerja Yahudi yang berasal dari Kitab Perjanjian Lama secara ringkas. Akidah ini secara rinci dapat Anda temukan dalam Talmud: ajaran yang paling rasis juga diskriminatif, sebuah kitab paling berbahaya yang pernah ada di muka bumi.

Louis Daste di dalam bukunya ‘Yahudi dan Organisasi Rahasia’ mengatakan; "Dalam setiap perubahan pemikiran besar terdapat pengaruh Yahudi baik yang nampak ataupun rahasia. Sepanjang sejarah dunia, Yahudi memasukkan ribuan racun berbahaya…"

Al-Quran sering menggunakan sebutan Ahlul Kitab untuk kaum Yahudi, dan yang dimaksud Ahlul Kitab juga termasuk orang-orang Nasrani, jadi Ahlul Kitab adalah sebutan untuk orang-orang Yahudi dan Nasrani.

Di antara beberapa surat dalam Al-Quran yang banyak menjelaskan tentang hal-hal yang berkaitan dengan kaum Yahudi adalah QS. Al Baqarah, Ali ‘Imran, Al Maidah, At-Taubah.

Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik”. (QS.Al Ma’idah: 82)

Dalam buku “An Interview of Illan Pappe,” Baudoin Loos menyebutkan seorang sejarawan Yahudi Illan Pappe yang menyandang julukan “Orang Israel yang paling dibenci di Israel”.

Pappe adalah salah satu Yahudi yang memilih memihak pada hati nurani dan tanpa takut membongkar mitos-mitos Zionisme. Saat ditanya, kenapa orang Israel bisa melakukan berbagai kekejaman terhadap orang Palestina, Pappe menjawab,

Ini buah dari sebuah proses panjang pengajaran paham, indoktronasi, yang dimulai sejak usia taman kanak-kanak, semua anak Yahudi di Israel dididik dengan cara ini. Anda tidak dapat menumbangkan sebuah sikap yang ditanamkan di sana dengan sebuah mesin indoktrinasi yang kuat, yaitu menciptakan sebuah persepsi rasis tentang orang lain yang digambarkan sebagai primitif, hampir tidak pernah ada, dan penuh kebencian: Orang itu memang penuh kebencian, tapi penjelasan yang diberikan di sini adalah ia terlahir primitif, Islam, anti-Semit, bukan bahwa ia adalah seorang yang telah dirampas tanahnya.

Indoktrinasi terhadap anak-anak Israel berlanjut hingga ia besar. Ayat-ayat Talmud dijadikan satu-satunya “pedoman moral” bagi mereka. Yang paling utama adalah indoktrinasi bahwa hanya bangsa Yahudi yang manusia, sedangkan orang-orang yang lain adalah hewan.

Penanaman doktrin rasisme yang terdapat dalam Talmud dilakukan para orangtua kaum Zionis kepada anak-anak mereka sejak dini. Survei yang diadakan oleh Ary Syerabi, mantan perwira dari Satuan Anti Teror Israel, terhadap 84 anak-anak Israel usia sekolah dasar, saat dia bergabung dengan London Institute for Economic Studies.

Ary Serabi ingin mengetahui perasaan apa yang ada di dalam benak anak-anak Israel terhadap anak-anak Palestina sebaya mereka yang sesungguhnya. Kepada anak-anak Israel itu Ary memberikan sehelai kertas dan pensil, lalu kepada mereka Ary berkata,

“Tulislah surat buat anak-anak Palestina, surat itu akan kami sampaikan pada mereka.”

Hasilnya sungguh mencengangkan. Anak-anak Israel yang menyangka suratnya benar-benar dikirim kepada anak-anak Palestina. Mereka menulis surat mereka dengan sebenar-benarnya, keluar dari hati terdalam.

Apa saja yang mereka tulis?

Salah satu surat ditulis oleh seorang anak perempuan Israel berusia 8 tahun. Ia mengaku menulis surat kepada anak perempuan Palestina seusianya.

Isi suratnya antara lain: “Sharon akan membunuh kalian dan semua penduduk kampung… dan membakar jari-jari kalian dengan api. Keluarlah dari dekat rumah kami, wahai monyet betina. Kenapa kalian tidak kembali ke (tempat) dari mana kalian datang? Kenapa kalian mau mencuri tanah dan rumah kami? Saya mempersembahkan untukmu gambar (ini) supaya kamu tahu apa yang akan dilakukan Sharon pada kalian…ha…ha…ha”
Bocah Israel itu menggambar sosok Sharon dengan kedua tangannya menenteng kepala anak perempuan Palestina yang meneteskan darah.

‘Protocols of Learned Elders of Zion’ (Protokol Para Pemuka Agama Yahudi) adalah rencana praktis atau kertas kerja untuk merealisasikan semua kandungan Taurat dan Talmud. Jika Talmud merupakan buah pahit dari ajaran Perjanjian Lama (Taurat), maka Protol Yahudi ini merupakan kertas kerja yang meringkas semua ajaran Talmud kepada rencana strategis modern dan kontemporer.

Metoda kerja yang dipakai oleh ‘Protokol’ untuk menghancurkan suatu masyarakat cukup jelas. Memahami metoda itu penting jika seseorang ingin menemukan makna dari arus serta arus-balik yang membuat orang menjadi frustrasi ketika mencoba memahami kekacauan keadaan masa kini.

Orang menjadi bingung dan hilang semangat oleh berbagai teori masa kini dan suara-suara yang centang-perenang. Setiap suara atau teori itu seakan-akan dapat dipercaya dan menjanjikan masa depan yang lebih baik. Kalau saja kita dapat memahami makna dari suara yang centang-perenang dan berbagai teori yang ambur-adul itu, maka hal itu akan menyadarkan kita bahwa kebingungan dan hilangnya semangat masyarakat merupakan sasaran yang dituju oleh ‘Protokol’. Ketidakpastian, keragu-raguan, kehilangan harapan, ketakutan, semuanya ini merupakan reaksi yang diciptakan oleh program yang diuraikan di dalam ‘Protokol’ yang diharapkan tercapai. Kondisi masyarakat dewasa ini merupakan bukti efektifnya program tersebut.

Talmud Berbahaya
Agama Yahudi sebenarnya bersumberkan dua pokok:

1. Kitab Taurat.
Kitab yang kita akui dan mengandung wahyu yang dibawa oleh Nabi Musa. Memang ada kelompok di kalangan kaum Yahudi yang menolak Talmud, dan tetap berpegang teguh kepada kitab Taurat saja (Perjanjian Lama yang sekarang). Mereka ini disebut golongan ‘Karaiyah’, kelompok yang sepanjang sejarahnya paling dibenci dan menjadi korban kedzaliman para pendeta Yahudi orthodoks.


2. Kitab Talmud. (bahasa Ibrani: תלמוד)
Jauh sebelum pena-pena para intelektual dan sejarawan dunia menggores; sebelum para intelektual kawakan dunia melakukan analisa dan penelitian, Al Qur’an dan Sunnah telah memaparkan bukti-bukti yang menjelaskan bahwa para rabbi Yahudi telah mengubah dan menjual ayat-ayat Allah dengan harga yang sangat murah. Bahkan, mereka telah membuat sebuah kitab sendiri yang sangat jauh dari akal sehat sebagai tandingan bagi kitab Taurat. Itulah kitab Talmud, sebuah “buku hitam” Israel yang paling berbahaya bagi manusia dan kemanusiaan secara keseluruhan.

Keimanan orang Yahudi terhadap Kitab Talmud mengatasi bahkan Kitab Perjanjian Lama, yang juga dikenal dengan nama Taurat. Bukti tentang hal ini dapat ditemukan dalam Talmud ‘Erubin’ 2b (edisi Soncino) yang mengingatkan kepada kaum Yahudi. “Wahai anakku, hendaklah engkau lebih mengutamakan fatwa dari para Ahli Kitab (Talmud) daripada ayat-ayat Taurat".

Para pendeta Talmud mengklaim sebagian dari isi Kitab Talmud merupakan himpunan dari ajaran yang disampaikan oleh Nabi Musa a.s. secara lisan. Sampai dengan kedatangan Nabi Isa a.s. Kitab Talmud belum dihimpun secara tertulis seperti bentuknya yang sekarang.

Nabi Isa a.s. sendiri mengutuk tradisi ‘mishnah’ (Talmud awal), termasuk mereka yang mengajarkannya (para hachom Yahudi dan kaum Farisi), karena isi Kitab Talmud seluruhnya menyimpang, bahkan bertentangan dengan Kitab Taurat.

Kaum Kristen, karena ketidak-pahamannya, hingga dewasa ini menyangka Perjanjian Lama merupakan kitab tertinggi bagi agama Yahudi. Sangkaan itu keliru. Para pendeta Farisi mengajarkan, doktrin dan fatwa yang berasal dari para rabbi (guru agama), lebih tinggi kedudukannya daripada wahyu yang datang dari Tuhan. Talmud mengemukakan hukum-hukumnya berada di atas Taurat, dan bahkan tidak mendukung isi Taurat.

Seorang peneliti Yahudi, Hyam Maccoby, dalam bukunya ‘Judaism on Trial’, mengutip pernyataan Rabbi Yehiel ben Joseph, bahwa “Tanpa Talmud, kita tidak akan mampu memahami ayat-ayat Taurat … Tuhan telah melimpahkan wewenang ini kepada mereka yang arif, karena tradisI merupakan suatu kebutuhan yang sama seperti kitab-kitab wahyu. Para arif itu membuat tafsiran mereka … dan mereka yang tidak pernah mempelajari Talmud tidak akan mungkin mampu memahami Taurat.

Terhadap tradisi ‘mishnah’ itu para pendeta Yahudi menambah sebuah kitab lagi yang mereka sebut ‘Gemarah’ (kitab “tafsir” dari para pendeta). Tradisi ‘mishnah’ (yang kemudian dibukukan) bersama dengan “Gemarah’, itulah yang disebut Talmud.

Ada dua buah versi Kitab Talmud, yaitu ‘Talmud Jerusalem’ dan ‘Talmud Babilonia’. ‘Talmud Babilonia’ adalah kitab yang paling otoritatif.

Dalam Al-Quran, surat At-Taubah, ayat 30.
Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair itu putera Allah” dan orang-orang Nasrani berkata: “Al Masih itu putera Allah.” Demikianlah itu ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka , bagaimana mereka sampai berpaling? Dari ayat ini nampak jelas bahwa orang-orang Yahudi telah menghina Allah, karena telah menyamakan Allah dengan makhluk-Nya. Padahal Allah SWT tidak beranak dan juga tidak diperanakkan, (QS 112:3)".

Dalam tafsir Al Marâghi dijelaskan bahwa ‘Uzair adalah seorang pendeta (kâhin) Yahudi, ia hidup sekitar 457 SM. Menurut kepercayaan orang-orang Yahudi ‘Uzair adalah orang yang telah mengumpulkan kembali wahyu-wahyu Allah di kitab At Taurat yang sudah hilang sebelum masa Nabi Sulaiman as. Sehingga segala sumber yang yang dijadikan rujukan utama adalah yang berasal dari ‘Uzair, karena menurut kaum Yahudi waktu itu ‘Uzair adalah satu-satunya sosok yang paling diagungkan, maka sebagian mereka akhirnya menisbatkan ‘uzair sebagai anak Allah.

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa penyelewengan dalam masalah akidah merupakan tindakan yang sangat sesat, karena sekitar 1/3 dari kandungan Al-Quran menjelaskan tentang akidah/kepercayaan atas semua rukun iman yang harus diyakini oleh setiap manusia.


Kitab Talmud dan Tindak Tanduk Zionis
Kitab Talmud adalah kitab suci yang terpenting bagi kaum Yahudi, bahkan lebih penting daripada Kitab Taurat. Kitab Talmud bukan saja menjadi sumber dalam penetapan hukum agama, tetapi juga menjadi ideologi, prinsip, serta arahan bagi perumusan kebijakan negara dan pemerintah Israel, dan menjadi pandangan hidup orang Yahudi pada umumnya. Itu pula sebabnya mengapa Israel disebut sebagai Negara yang rasis, chauvinistik, theokratik, konservatif, dan sangat dogmatik.

Namun Talmud merupakan manifesto yang paling berbahaya kepada perikemanusiaan. Ia lebih berbahaya daripada buku Mein Kampf, karya Hitler. Ia menggariskan penghancuran total semua agama dan peradaban yang ada di dunia, demi terciptanya sebuah masyarakat zionis internasional.

Seorang ilmuwan terkenal dalam bidang kebudayaan Ibrani dan kajian tentang Talmud, Joseph Barcley, menyatakan, “…. Sebagian teks yang ada dalam Talmud adalah ekstrim, sebagiannya lagi menjijikkan, dan sebagiannya lagi berisi kekufuran….” Karenanya, banyak penguasa negara (Raja dan Kaisar) dan penguasa agama (Paus) di Eropa mengharamkan beredarnya kitab ini.

Sebagian dari yang terkandung di dalam kitab Talmud; Israel bertanya kepada Tuhan, “mengapa Engkau ciptakan makhluk selain bangsa pilihanMu?” Tuhan menjawab, “Supaya kamu menaiki belakang mereka, menghisap darah mereka, membakar mereka yang baik, mencemari yang suci dan menghancurkan segala yan dibangunkan.

Pelaksanaan ajaran Talmud tentang keunggulan kaum Yahudi yang didasarkan pada ajaran kebencian itu telah menyebabkan penderitaan yang tak terperikan terhadap orang lain sepanjang sejarah ummat manusia, khususnya di tanah Palestina sampai dengan saat ini. Ajaran itu telah dijadikan dalih untuk membenarkan pembantaian secara massal penduduk sipil Arab-Palestina. Kitab Talmud menetapkan bahwa semua orang yang bukan-Yahudi disebut “goyyim”, artinya sama dengan binatang, derajat mereka di bawah derajat manusia. Ras Yahudi adalah “ummat pilihan”, satu-satunya ras yang mengklaim diri sebagai keturunan langsung dari Nabi Adam a.s. Marilah kita periksa beberapa ajaran Talmud.

Beberapa kutipan yang diangkat dari Kitab Tamud dalam uraian berikut ini merupakan dokumen aseli yang tidak-terbantahkan, dengan harapan dapat memberikan pencerahan kepada segenap ummat manusia, termasuk kaum Yahudi, tentang kesesatan dan rasisme dari ajaran Talmud yang penuh dengan kebencian, yang menjadi kitab suci baik bagi kaum Yahudi Orthodoks maupun Hasidiyah di seluruh dunia.

Beberapa Contoh Isi Ajaran Talmud

1. Erubin 2b,
 “Barangsiapa yang tidak taat kepada para rabbi mereka akan dihukum dengan cara dijerang di dalam kotoran manusia yang mendidih di neraka”.

2. Moed Kattan 17a,
 “Bilamana seorang Yahudi tergoda untuk melakukan sesuatu kejahatan, maka hendaklah ia pergi ke suatu kota, dimana ia tidak dikenal orang, dan lakukanlah kejahatan itu disana”.

3. Menganiaya seorang Yahudi Hukumannya ialah Mati
Sanhedrin 58b, “Jika seorang kafir menganiaya seorang Yahudi, maka orang kafir itu harus dibunuh”.

4. Dibenarkan Menipu Orang yang Bukan-Yahudi
Sanhedrin 57a, “Seorang Yahudi tidak wajib membayar upah kepada orang kafir yang bekerja baginya”.

5. Orang Yahudi Mempunyai Kedudukan Hukum yang Lebih Tinggi
Baba Kamma 37b, “Jika lembu seorang Yahudi melukai lembu kepunyaan orang Kanaan, tidak perlu ada ganti rugi; tetapi jika lembu orang Kanaan sampai melukai lembu kepunyaan orang Yahudi, maka orang itu harus membayar ganti rugi sepenuh-penuhnya”.


6. Orang Yahudi Boleh Mencuri Barang Milik Bukan-Yahudi
Baba Mezia 24a, “Jika seorang Yahudi menemukan barang hilang milik orang kafir, ia tidak wajib mengembalikan kepada pemiliknya”. (Ayat ini ditegaskan kembali di dalam Baba Kamma 113b).

7. Orang Yahudi Boleh Merampok atau Membunuh Orang Non-Yahudi
Sanhedrin 57a, “Jika seorang Yahudi membunuh seorang Cuthea (kafir), tidak ada hukuman mati. Apa yang sudah dicuri oleh seorang Yahudi boleh dimilikinya”. Baba Kamma 37b, “Kaum kafir ada di luar perlindungan hukum, dan Tuhan membukakan uang mereka kepada Bani Israel”.


8. Orang Yahudi Boleh Berdusta kepada Orang Non-Yahudi
Baba Kamma 113a, “Orang Yahudi diperbolehkan berdusta untuk menipu orang kafir”.

9. Yang Bukan-Yahudi adalah Hewan di bawah Derajat Manusia
Yebamoth 98a, “Semua anak keturunan orang kafir tergolong sama dengan binatang”. Abodah Zarah 36b, “Anak-perempuan orang kafir sama dengan ‘niddah’ (najis) sejak lahir”. Abodah Zarah 22a – 22b, “Orang kafir lebih senang berhubungan seks dengan lembu”.

Ajaran Gila di dalam Talmud

1.Gittin 69a,
“Untuk menyembuhkan tubuh ambil debu yang berada di bawah bayang-bayang jamban, dicampur dengan madu, lalu dimakan”.

2. Shabbath 41a,
“Hukum yang mengatur keperluan bagaimana kencing dengan cara yang suci telah ditentukan”.

3. Yebamoth 63a,
“’… Adam telah bersetubuh dengan semua binatang ketika ia berada di Sorga”.

4. Sanhedrin 55b,
 “Seorang Yahudi boleh mengawini anak-perempuan berumur tiga tahun (persisnya, tiga tahun satu hari)”.

5. Sanhedrin 54b,
“Seorang Yahudi diperbolehkan bersetubuh dengan anak perempuan, asalkan saja anak itu berumur di bawah sembilan tahun”.

6. Kethuboth 11b,
 “Bilamana seorang dewasa bersetubuh dengan seorang anak perempuan, tidak ada dosanya”.

7. Yebamoth 59b,
 “Seorang perempuan yang telah bersetubuh dengan seekor binatang diperbolehkan menikah dengan pendeta Yahudi. Seorang perempuan Yahudi yang telah bersetubuh dengan jin juga diperbolehkan kawin dengan seorang pendeta Yahudi”.

8. Abodah Zarah 17a,
 “Buktikan bilamana ada pelacur seorang pun di muka bumi ini yang belum pernah disetubuhi oleh pendeta Talmud Eleazar”.

9. Hagigah 27a,
 “Nyatakan, bahwa tidak akan ada seorang rabbi pun yang akan masuk neraka”. Baba Mezia 59b, “Seorang rabbi telah mendebat Tuhan dan mengalahkan-Nya. Tuhan pun mengakui bahwa rabbi itu memenangkan debat tersebut”.

10. Gittin 70a,
 “Para rabbi mengajarkan, ‘Sekeluarnya seseorang dari jamban, maka ia tidak boleh bersetubuh sampai menunggu waktu yang sama dengan menempuh perjalanan sejauh setengah mil, karena iblis yang ada di jamban itu masih menyertainya selama waktu itu; kalau ia melakukannya juga (bersetubuh), maka anak-keturunannya akan terkena penyakit ayan”.

11. Gittin 69b,
 “Untuk menyembuhkan penyakit kelumpuhan ambil kotoran seekor anjing berbulu putih dan campur dengan balsem; tetapi bila memungkinkan untuk menghindar dari penyakit itu, tidak perlu memakan kotoran anjing itu, karena hal itu akan membuat anggota tubuh menjadi lemas”.

12. Pesahim 111a,
 “Sungguh terlarang bagi anjing, perempuan, atau pohon kurma, berdiri di antara dua orang laki-laki. Karena musibah khusus akan datang jika seorang perempuan sedang haid atau duduk-duduk di perempatan jalan”.

13. Menahoth 43b – 44a,
 “Seorang Yahudi diwajibkan membaca doa berikut ini setiap hari, ‘Aku bersyukur, ya Tuhanku, karena Engkau tidak menjadikan aku seorang kafir, seorang perempuan, atau seorang budak-belian’ “.

Kisah-kisah Holocaust oleh Romawi
Di dalam Talmud, ayat Gittin 57b ada dikisahkan tentang dibantainya empat juta orang Yahudi oleh orang Romawi di kota Bethar. Gittin 58a mengklaim bahwa 16 juta anak-anak Yahudi dibungkus ke dalam satu gulungan dan dibakar hidup-hidup oleh orang Romawi. (Demografi tentang zaman kuno menyatakan orang Yahudi di seluruh dunia pada masa penjajahan oleh Romawi tidak sampai berjumlah 16 juta, bahkan 4 juta pun tidak ada).

Pengakuan Talmud
Abodah Zarah 70a, “Seorang rabbi ditanya, apakah anggur yang dicuri di Pumbeditha boleh diminum, atau anggur itu sudah dianggap najis, karena pencurinya adalah orang-orang kafir (seorang bukan-Yahudi bila menyentuh guci anggur, maka anggur itu dianggap sudah dinajisi).

Rabbi itu menjawab, tidak perlu dipedulikan, anggur itu tetap halal (‘kosher’) bagi orang Yahudi, karena mayoritas pencuri yang ada di Pumbeditha, tempat dimana guci-guci anggur itu dicuri, adalah orangorang Yahudi”. (Kisah ini juga ditemukan di dalam Kitab Gemara, Rosh Hashanah 25b).

Genosida Dihalalkan oleh Talmud

1. Perjanjian Kecil, Soferim 15, Kaidah 10, “Inilah kata-kata dari Rabbi Simeon ben Yohai, ‘Tob shebe goyyim harog’ (“Bahkan orang kafir yang baik sekali pun seluruhnya harus dibunuh”). Sehubungan dengan hal ini orang-orang Israeli sekarang ini setiap tahun mengikuti acara nasional ziarah ke kuburan Simon ben Yohai untuk memberikan penghormatan kepada rabbi yang telah mefatwakan untuk menghabisi orang-orang non-Yahudi.[9]

2. Di Purim, pada tanggal 25 Februari 1994 seorang perwira angkatan darat Israel, Baruch Goldstein, yaitu seorang Yahudi Orthodoks dari Brooklyn, membantai 40 orang muslim, termasuk anak-anak, tatkala mereka tengah bersujud shalat di sebuah masjid. Goldstein adalah pengikut mendiang Rabbi Meir Kahane, yang menyatakan kepada kantor berita CBS News, bahwa ajaran yang dianutnya menyatakan, “Orang-orang Arab itu tidak lebih daripada anjing, sesuai ajaran Talmud”.

3. Ehud Sprinzak, seorang profesor di Universitas Jerusalem menjelaskan tentang falsafah Kahane dan Goldstein, “Mereka percaya adalah telah menjadi iradat Tuhan, bahwa mereka diwajibkan untuk melakukan kekerasan terhadap ‘goyyim’, sebuah istilah Yahudi untuk orang-orang non-Yahudi”.

4. Rabbi Yitzak Ginsburg menyatakan, “Kita harus mengakui darah seorang Yahudi dan darah orang ‘goyyim’ tidaklah sama”.

5. Rabbi Jaacov Perrin berkata, “Satu juta nyawa orang Arab tidaklah seimbang dengan sepotong kelingking orang Yahudi”.

Doktrin Talmud : Orang Non-Yahudi Bukanlah Manusia
Talmud secara spesifik menetapkan orang non-Yahudi termasuk golongan binatang (bukan-manusia) dan secara khusus menyatakan bahwa mereka bukan dari keturunan Nabi Adam a.s. Ayat-ayat yang berkaitan itu ditemukan bertebaran di dalam Kitab Talmud, antara lain sebagai berikut:
Kerithuth (6b p. 78) it says: “The teaching of the Rabbis is: He who pours oil over a Goi, and over dead bodies is freed from punishment. This is true for an animal because it is not a man. (The same holds for the dead body of any man). But how can it be said that by pouring oil over a Goi one is freed from punishment, since a Goi is also a man? But this is not true, for it is written: Ye are my flock, the flock of my pasture are men (Ezechiel, XXXIV, 31). You are thus called men, but the Goim are not called men.”

Kerihoth 6b, “Menggunakan minyak untuk mengurapi. Rabbi kita mengajarkan, ‘Barangsiapa menyiramkan minyak pengurapan kepada ternak atau perahu, ia tidak melakukan dosa; bila ia menyiramkannyakepada ‘goyyim’, atau orang mati, dia tidak melakukan dosa. Hukum yang berhubungan dengan ternak dan perahu adalah benar, karena telah tertulis: terhadap tubuh manusia (Ibrani: Adam) tidak boleh disiramkan (Exodus 30 : 32); karena ternak dan perahu bukan manusia (Adam)’“ “Juga dalam hubungan dengan yang meninggal (sepatutnya) ia dikecualikan, karena setelah meninggal ia menjadi bangkai dan bukan manusia lagi (Adam). Tetapi mengapa terhadap ‘goyyim’ juga dikecualikan, apakah mereka tidak termasuk kategori manusia (Adam)? Tidak, karena telah tertulis: ‘Wahai domba-domba-Ku, domba-domba di padang gembalaan-Ku adalah manusia (Adam)’ (Ezekiel 34 : 31): Engkau disebut manusia (Adam), tetapi ‘goyyim’ tidak disebut sebagai manusia (Adam)’ “

Pada ayat-ayat terdahulu para rabbi membahas hukum Talmud yang melarang memberikan minyak suci bagi manusia. Dalam pembahasan itu para rabbi menjelaskan bukanlah suatu dosa untuk memberikan minyak suci itu kepada ‘goyyim’ (kaum non-Yahudi, seperti muslim, Kristen, dan sebagainya), karena ‘goyyim’ tidak termasuk golongan manusia (harfiahnya: bukan keturunan Adam).

Yebamoth 61a, “Telah diajarkan: Begitulah Simeon ben Yohai menerangkan (61a) bahwa kuburan orang ‘goyyim’ tidak termasuk tempat yang suci untuk mendapatkan ‘ohel’ (memberikan sikap ‘ruku’ terhadap kuburan), karena telah dikatakan, wahai domba-domba-Ku yang ada di padang gembalaan-Ku, kalian adalah manusia (Adam)”, (Ezekiel 34 : 31); “kalian disebut manusia (Adam); tetapi kaum kafir itu tidak disebut manusia keturunan Adam.”

Hukum Talmud menerangkan bahwa seorang Yahudi yang menyentuh bangkai orang Yahudi atau kuburan Yahudi menyebabkan ia ternajisi. Tetapi hukum Talmud sebaliknya mengajarkan, jika seorang Yahudi menyentuh kuburan orang goyyim, ia malah tetap suci, karena orang goyyim tidak termasuk golongan manusia keturunan Adam.

Baba Mezia 114b, “Dia (Rabbah) berkata kepadanya: ‘Apakah engkau bukan pendeta: mengapa engkau berdiri di atas kuburan? Ia menjawab: ‘Apakah guru belum mempelajari hukum tentang kesucian? Karena telah diajarkan: Simeon ben Yohai berkata: ‘Kuburan kaum ‘goyyim’ tidak menajisi. Karena telah tertulis, ‘Wahai gembalaan-Ku, gembalaan di padang rumput-Ku adalah manusia keturunan Adam, dan ia berdiri di atas kuburan kaum ‘goyyim’ “.

Mengingat pembuktian berdasarkan nash Taurat (Ezekiel 34: 31) disebut sampai berulang-kali pada ketiga ayat-ayat Talmud di atas tadi, padahal dalam kenyataannya Taurat tidak pernah menyebutkan hanya orang Yahudi saja yang termasuk golongan manusia. Para ‘hachom’ Talmud sangat menekankan kekonyolan ajaran mereka tentang kaum ‘goyyim’. Hal itu merupakan bukti bahwa mereka sebenarnya adalah rasis dan ideolog antikaum non-Yahudi, yang dalam kebuntuan nalarnya telah mendistorsikan ayat-ayat Taurat dalam rangka membenarkan kesesatan mereka.

Berakoth 58a, “Shila seorang Yahudi memberikan hukuman cambuk kepada seseorang yang telah bersetubuh dengan seorang perempuan Mesir. Orang yang dicambuk itu pergi mengadukannya kepada pemerintah, dan berkata: ‘Ada seorang Yahudi yang memberikan hukuman cambuk tanpa izin dari pemerintah’. Seorang petugas diperintahkan untuk memanggilnya (Shila). Ketika ia (Shila) tiba, ia ditanya: ‘Mengapa engkau mencambuk orang ini?’ Ia (Shila) menjawab: ‘ Karena ia telah menyetubuhi keledai betina’ “.

“Petugas itu berkata kepadanya: ‘Apakah engkau mempunyai saksisaksi?’ Ia (Shila) menjawab: ‘Saya mempunyainya’. Kemudian (nabi) Elijah turun dari langit dalam bentuk manusia dan memberikan bukti. Petugas itu berkata lagi kepadanya: ‘Kalau demikian halnya seharusnya orang itu dihukum mati!’ Ia (Shila) menjawab: ‘Karena kami telah diasingkan dari negeri kami, kami tidak mempunyai wewenang untuk menjatuhkan hukuman mati; lakukanlah terhadapnya sesuai kehendak kalian’“

“Ketika mereka masih mempertimbangkan perkara itu Shila pun berteriak: ‘Kepada-Mulah ya Tuhan Yang Maha Besar dan Maha Kuasa’ (I Kisah-kisah 29 : 11). ‘Apa kehendakmu?’ tanya petugas itu. Ia (Shila) menjawab: ‘Apa yang kukatakan ialah: Terpujilah Yang Maha Pengasih yang telah menciptakan segala sesuatunya dari tanah serupa dengan Yang di Sorga, dan telah memberikan kepadamu sekalian tempat tinggal, dan membuat kalian mencintai keadilan’ “. “Petugas itu berkata kepadanya (Shila): ‘Apakah engkau sedemikian membantu kepada kehormatan pemerintah?’ Petugas itu memberi Shila sebuah tongkat dan berkata kepadanya: ‘Engkau boleh menjadi hakim.’ Tatkala petugas (orang ‘goyyim’) itu telah pergi, orang-orang yang ada disana berkata kepadanya (Shila): ‘Apakah Yang Maha Pengasih membuat mu’zizat bagi kaum pendusta?’. Ia (Shila) menjawab: ‘Bukankah mereka (‘goyyim’) disebut keledai? Karena telah tertulis: Daging mereka adalah daging keledai’ (Ezekiel 23 : 30).

Ia (Shila) memperhatikan orang-orang itu akan memberi-tahukan petugas-petugas itu bahwa ia (Shila) telah menyebut mereka sebagai keledai. Maka ia (Shila) berkata: ‘Orang itu adalah penuntut hukum, dan Taurat telah mengatakan: Jika seseorang datang untuk membunuhmu, bangkitlah segera dan bunuh dia lebih dahulu.’

Begitulah tongkat yang diberikan kepadanya itu dipukulkannya kepada terdakwa dan membunuhnya. Kemudian ia berkata: ‘Karena sebuah mu’zizat telah terjadi melalui ayat ini, maka aku melaksanakannya’ “.

Bagian ini terpaksa diutarakan agak panjang, tetapi agaknya terpaksa dikutip seluruhnya untuk memperlihatkan bagaimana kedzaliman kaum Yahudi. Sebagai tambahan bahwa nabi Elijah sampai perlu turun dari sorga ke bumi untuk menipu mahkamah kaum goyyim, disini Talmud mengajarkan, bahwa kaum ‘goyyim’ pada dasarnya adalah binatang, sehingga karena itu Rabbi Shila (dan nabi Elijah) sama sekali tidaklah dapat disebut telah berdusta atau telah membuat dosa. Ceritera itu menjelaskan, bahwa sekiranya seseorang (termasuk orang Yahudi) mengungkapkan ajaran Talmud pandangan tentang kaum ‘goyyim’ sama dengan keledai, maka orang Yahudi itu akan menerima hukuan mati, karena dengan mengungkapkan hal itu ia akan membuat kaum ‘goyyim’ murka dan akan menindas agama Yahudi. Kutipan Talmud dari kitab Ezekiel ini merupakan “nash bukti” sangat penting, karena ayat itu menyatakan bahwa kaum ‘goyyim’ itu termasuk golongan binatang (keledai). Ayat dari kitab Ezekiel pada Kitab Perjanjian Lama telah diubah dengan hanya mengatakan bahwa “orang Mesir memiliki kemaluan yang besar” (sindiran – sama dengan keledai). Hal ini tidak membuktikan atau menegaskan secara eksplisit bahwa orang Mesir yang dirujuk oleh Taurat sama dengan binatang. Dalam hal ini Talmud memalsukan Taurat dengan cara mendistorsikan tafsir. Beberapa ayat Talmud yang lain yang mengkaitkannya dengan kitab Ezekiel 23 : 30 yang memperlihatkan watak rasis orang Yahudi ditemukan dalam Arakin 19b, Berakoth 25b, Niddah 45a, Shabbath 150a, dan Yebamoth 98a. Lagipula nash asli Sanhedrin 37a hanya mengkaitkannya dengan persetujuan Tuhan untuk penyelamatan kaum Yahudi saja.

Filsuf Moses Maimonides Membenarkan Pembantaian
Seorang begawan yang sangat dihormati, Moses Maimonides, mengajarkan tanpa tedeng aling-aling, bahwa kaum Kristen wajib dihabisi. Tokoh yang memberikan fatwa seperti itu memiliki kedudukan tertinggi dalam hierarchie agama Yahudi. Moses Maimonides dipandang sebagai penyusun hukum dan filosuf terbesar sepanjang sejarah Yahudi. Ia acapkali dengan penuh rasa hormat disebut dengan nama Rambam, dan disapa dengan panggilan Rabenu Moshe ben Maimon, yang artinya ‘Rabbi Kami Musa anak Maimun”.

Inilah yang diajarkan oleh Maimonides tentang boleh-tidaknya menyelamatkan nyawa kaum ‘goyyim’, atau bahkan orang Yahudi sekali pun yang berani menolak “inspirasi ilahiyah di dalam Talmud’.

“Sesungguhnya bila kita melihat seorang kafir (‘goyyim’) sedang terhanyut dan tenggelam di sungai, kita tidak boleh menolongnya. Kalau kita melihat nyawanya sedang terancam, kita tidak boleh menyelamatkannya.”
Naskah dalam bahasa Ibrani edisi Feldheim 1981 tentang Mishnah Torah menyebutkan hal yang sama seperti itu.

Dengan peringatan dari Maimonides itu, telah diwajibkan bagi kaum Yahudi untuk tidak boleh menyelamatkan nyawa atau memberikan pertolongan kepada seorang ‘goyyim’, ia sebenarnya menyatakan sikap kaum Yahudi yang sebenarnya yang dibebankan oleh Talmud terhadap kaum non-Yahudi.

“Hal itu telah merupakan ‘mitvah’ (kewajiban agama) untuk menghabisi para pengkhianat kaum Yahudi, para ‘minnim’, dan ‘apikorsim’, dan membuat mereka jatuh ke dalam lobang kehancuran, karena mereka telah menyebabkan penderitaan kepada kaum Yahudi, dan menipu manusia untuk menjauh dari Tuhan, sebagaimana yang dilakukan oleh Isa dari Nazareth dan para muridnya, dan Tzadok, Baithos, dan murid-muridnya. Semoga terla’natlah mereka”.

Komentar penerbit Yahudi itu memuat pernyataan Maimonides bahwa Nabi Isa a.s. adalah contoh seorang ‘min’ (“pengkhianat” – majemuknya ‘minnim’). Komentar itu juga menerangkan bahwa murid-murid Tzadok, yaitu kaum Yahudi yang menolak kebenaran Talmud dan mereka yang hanya mengakui hukum tertulis, yakni Taurat. Menurut buku ‘Maimonides’ Principles’ pada halaman 5, Maimonides memerlukan waktu dua-belas tahun untuk menyimpulkan hukum dan keputusan dari Talmud, dan mensistematisasikan kesimpulannya itu ke dalam 14 jilid. Karya itu akhirnya selesai pada tahun 1180 dan diberi judul ‘Mishnah Torah’, atau ‘Syari’at Taurat’.

Maimonides mengajarkan pada bagian lain dari ‘Mishnah Torah’, bahwasanya kaum ‘goyyim’ bukanlah golongan manusia: “Hanyalah manusia (kaum Yahudi), dan bukannya perahu, yang dapat memperoleh najis bila bersentuhan … Bangkai dari seorang ‘goyyim’ tidak menyebabkan najis bila bersentuhan dengan bayang-bayang seorang Yahudi … seorang ‘goyyim’ tidak sampai menyebabkan penajisan; dan bila seorang ‘goyyim’ menyentuh, membawa, atau membayangi … ‘goyyim’ itu tidak menyebabkan najis … mayat seorang ‘goyyim’ tidak menyebabkan menjadi najis; dan sekiranya seorang ‘goyyim’ menyentuh, membawa, atau menjatuhkan bayangannya kepada mayat, ia dianggap tidak pernah menyentuh mayat tersebut.”


Film ‘Schindlers List’ – Contoh Kebohongan Kaum Yahudi
Teks Talmud (khususnya Talmud Babilonia) pada Sanhedrin 37a tidak mewajibkan orang Yahudi untuk menyelamatkan nyawa orang lain, terkecuali nyawa orang Yahudi. Moshe Maimonides memperkuat ajaran Talmud tersebut. Tetapi, beberapa buku yang ditulis oleh orang-orang Yahudi kontemporer (Hesronot Ha-shas) merujuk beberapa nash dari Talmud yang seolah-olah memuat frase nilai-nilai universal, seperti, “Barangsiapa membunuh kehidupan seseorang, hal itu sama dengan membunuh seluruh isi dunia; dan barangsiapa memelihara kehidupan seseorang ,,, hal itu seperti ia telah memelihara seluruh isi dunia”.

(Bandingkan dengan al-Qur’an 5 : 32, “Barangsiapa yang membunuh seorang manusia bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya”)

Namun surat-kabar Hesronot Ha-shas mengakui ayat-ayat di atas tadi bukan kata-kata yang otentik dari Talmud yang aseli. Dengan kata lain, ayat yang bernada universal tersebut bukanlah nash otentik dari Talmud. Jadi, sekedar sebagai contoh, “versi universal” ini yang oleh Steven Spielberg dituangkan ke dalam filmnya ‘The Schindler’s List’ yang terkenal itu (dan dikaitkan seolah-olah bersumber dari Talmud pada judul maupun iklan filmnya) adalah penipuan dan merupakan propaganda, yang dimaksudkan untuk memberikan olesan kemanusiaan kepada Talmud, yang pada hakekatnya adalah kitab yang penuh berisi semangat rasisme dan chauvinisme Yahudi. Dalam nash Talmud yang aseli tertulis pada ayat yang sama, “Barangsiapa memelihara bahkan satu nyawa orang Israeli, maka ia seperti memelihara seluruh isi dunia”. Sama seperti ayat-ayat yang lain, Talmud yang aseli hanya membicarakan perihal menyelamatkan nyawa orang-orang Yahudi.

Tipuan Orang Yahudi
Sanggahan para rabbi orthodoks bahwa tidak ada bukti dokumentasi otentik tentang rasisme dan semangat kebencian di dalam Talmud adalah bohong besar, karena di dalam Baba Kamma 113a, menyatakan bahwa, “Orang Yahudi boleh berbohong untuk menipu kaum ‘goyyim’. The Simon Wiesenthal Center, sebuah pusat propaganda ruhubiyah Yahudi yang didukung oleh dana multi-jutaan dolar terpaksa memecat Rabbi Daniel Landes pada tahun 1995, karena rabbi ini menentang ajaran dehumanisasi oleh Talmud terhadap orang non-Yahudi. “Sikap ini benar-benar busuk”, kata Landes. Buktinya ? “Periksa pernyataan-pernyataan di dalamnya”.

Berdusta untuk menipu orang ‘goyyim’ telah lama menjadi panutan di dalam agama Yahudi. Ambil contoh sehubungan dengan debat pada abad ke-13 di Paris antara Nicholas Donin, seorang Yahudi yang beralih memeluk agama Katolik – yang oleh Hyam Maccoby diakui “mempunyai pengetahuan yang luas tentang Talmud”12 – saat berkonfrontasi lawan Rabbi Yehiel. Pada waktu itu Yehiel tidak sedang berada di bawah ancaman hukuman, atau dicederai. Namun ia tanpa malu tetap saja berdusta sepanjang debat tersebut. Sebagai contoh, ketika ditanya oleh Donin apakah ada ayat-ayat yang menghujat Jesus di dalam Talmud, Yehiel menyanggahnya. Donin, seorang ahli dalam bahasa Ibrani paham benar jawaban itu dusta belaka. Hyam Maccoby, seorang komentator Yahudi mengenai debat tersebut, yang hidup di abad ke-20, membela kebohongan Rabbi Yehiel seperti ini, “Pertanyaan itu mungkin diajukan, apakah Yehiel benar-benar percaya yang Jesus tidak disebut-sebut di dalam Talmud, atau, bisa juga ia mengajukan pertanyaan ini sebagai suatu tipuan yang cerdik, untuk menciptakan keadaan mendesak Yehiel … tentu saja Rabbi Yehiel dapat dimaafkan bila ia tidak mengakui sesuatu yang tidak sepenuhnya dipercayainya, dalam rangka mencegah proses tiranik yang menghadapkan budaya dari suatu agama tertentu terhadap agama yang lain”.

Beginilah cara orang Yahudi menyanggah sampai dengan hari ini tentang adanya nash Talmud yang mengandung ayat-ayat yang penuh dengan kebencian. Sebuah kata tentang “kebohongan Yahudi” diplesetkan dan disulap menjadi “dapat dimaafkan”, sementara setiap penyelidikan terhadap kitab-kitab suci Yahudi oleh peneliti non-Yahudi dipandang sebagai “proses tiranik”. Sementara itu serangan kaum Yahudi terhadap kitab-kitab Injil Perjanjian Baru dan al-Qur’an tidak pernah dianggap sebagai “proses tiranik”. Hanya kritik kaum non-Yahudi yang dianggap tiranik, sedangkan cara mempertahankan diri bagi orang Yahudi adalah berdusta.

Betapapun banyaknya sanggahan dan kebohongan yang keluar dari ‘The Anti-Defamation League’ (ADL – ‘Liga Anti-Penghinaan’ Yahudi) dan dari the Wiesenthal Center, dalam buku ini dikutip nash-nash baik dari Talmud maupun juga dari mufassir Talmud “paling terkemuka” di mata orang Yahudi sendiri, seperti Moses Maimonides.

Pada tahun 1994 Rabbi Tzvi Marx, direktur pendidikan teknologi terapan pada ‘Shalom Hartman Institute’ di Jerusalem, telah menulis semacam pengakuan yang menakjubkan tentang bagaimana kaum Yahudi di masa yang silam telah membuat dua jenis kumpulan kitab-kitab: kitab Talmud yang otentik sebagai bahan pelajaran bagi para pemuda mereka di sekolah-sekolah (‘kollel’) Talmud, dan sebuah lagi versi kitab Talmud yang telah “disensor dan diamendemen” yang ditujukan bagi konsumsi para ‘goyyim’ yang tidak mengerti apa-apa. Rabbi Marx menjelaskan bahwa versi tafsir Maimonides yang dikeluarkan untuk konsumsi umum, tertulis misalnya, “Barangsiapa membunuh seorang manusia, ia telah melanggar hukum”. Tetapi Rabbi Marx menyatakan, nash yang aseli berbunyi, “Barangsiapa membunuh seorang Israeli”.

Laporan Heshronot Ha-sash menjadi sangat berharga bagi kita, karena buku ini menyusun suatu daftar panjang ayat-ayat Talmud yang diubah atau dihilangkan, dan daftar ayat-ayat yang dipalsukan dewasa ini, yang dibuat untuk konsumsi kaum ‘goyyim’ seolah-olah ayat-ayat itulah yang otentik. Popper menjelaskan: “Tidak selalu yang disensor itu ayat-ayat yang panjang, tetapi acapkali satu kata pun dihapus. … Acapkali dalam hal seperti itu digunakan dalam rangka penghapusan dan penggantian”.

Sebagai contoh penterjamah versi Talmud dalam bahasa Inggris terbitan Soncino menterjemahkan kata Ibrani ‘goyyim’ dengan sejumlah kata ganti samaran seperti, “kafir, Cuthean, Mesir, penyembah berhala”, dan sebagainya. Tetapi sebenarnya kata-ganti ini merujuk kepada kata-aseli ‘goyyim’ (semua yang non-Yahudi). Pada catatan-kaki no. 5 Talmud pada edisi Soncino dijelaskan bahwa, “Istilah orang Cuthea (Samaritan) disini adalah untuk menggantikan kata-aseli ‘goyyim’ … “

Hal itu merupakan praktek disinformasi yang lazim dipakai oleh kaum Farisi untuk menyangkal adanya ayat-ayat yang rasialistik di dalam Talmud yang telah diungkapkan terdahulu dalam buku ini, dalam rangka mengklaim bahwa ayat-ayat itu adalah “karangan dari orang-orang yang anti-Semit”. antara lain The Babylonian Talmud online Talmud versi Soncino yang dengan editor Rabbi Dr. Isidore Epstein of Jews’ College, London.

Bandingkan penjelasan Seder ZERAIM (זרעים), MOED (מועד), NASCHIM (נשים ), NEZIKIN (נזיקין), KODASCHIM (קדשים), TOHOROTH (טהרות) oleh Rev. I. B. Pranaitis (Roman Catholic Priest) dalam buku The Talmud Unmasked, The Secret Rabbinical Teachings Concering Christians.

Pada tahun 1994, Lady Jane Birdwood (80th menerbitkan sebuah pamflet berjudul ‘The Longest Hatred’ (‘Kebencian yang Paling Lama’), berisi seluruh pernyataan kebencian di dalam Talmud yang diangkatnya dari ayat-ayat yang berisi kebencian kepada kaum ‘goyyim’ dan Kristen), namun ia ditangkap dan diadili di depan pengadilan pidana di London, hanya karena sepanjang peradilan yang dituduhkan terhadapnya sebagai suatu kejahatan (yang tidak mendapatkan perhatian dari media massa, seorang rabbi diundang sebagai saksi ahli). Rabbi itu menyanggah sepenuhnya bahwa kitab Talmud berisi ayat-ayat yang mengundang kebencian kepada kaum ‘goyyim’ dan Kristen, dan hanya karena kedudukan dan prestise rabbi tersebut, wanita itu dijatuhi hukuman “tiga bulan kurungan penjara dan denda $1,000.-”.
Dr. Israel Shahak dalam bukunya berjudul ‘Jewish History and Jewish Religion’, pada bab tentang Jesus di dalam Talmud, menegaskan adanya ayat-ayat yang menganjurkan kebencian dan rasisme di dalam Talmud. Mereka yang menyangkal kenyataan ini adalah pembohong besar.

Tanggapan Dunia ‘Judeo-Kristen’ terhadap Talmud
Dewasa ini ada persekongkolan yang kuat antara dunia Kristen dan Yahudi. Anehnya tidak ada, bahkan tidak pernah ada, para Paus Katolik serta tokoh-tokoh gereja Protestan di era modern ini yang menyerang atau mengecam ajaran rasisme di Talmud, atau kebencian mendarah mendaging terhadap Kristen dan kaum ‘goyyim’ (muslim, dan lain-lain) yang diajarkannya. Sebaliknya pada pimpinan gereja Kristen, baik Katholik maupun Protestan, malah dewasa ini menganjurkan kepada para pengikut Jesus Kristus untuk mentaati, menghormati, bahkan membantu pengikut Talmud. Oleh karena itu kesimpulan kita tidak lain, para pemimpin gereja Katholik dan Protestan dewasa ini sebenarnya adalah pengkhianat paling nyata terhadap Jesus Kristus (Nabi Isa a.s.) di muka bumi dewasa ini (periksa Perjanjian Baru Matius 23: 13 –15; I Thessalonika 2: 14-16; Titus 1: 14; Lukas 3: 8-9; dan Kitab Wahyu 3: 9).

Kaum Non-Yahudi adalah ‘Sampah’
Semua orang non-Yahudi dari segala ras dan agama apa pun menurut Talmud adalah ‘super-sampah’, begitu menurut pendiri Habad Lubavitch, Rabbi Shneur Zalman. Analisanya ditemukan di dalam majalah Yahudi ‘The New Republic’, yang dalam analisisnya menyatakan bahwa, “ … ada ironi besar dalam pandangan universalisme messianik yang baru pada gerakan Habad khususnya pandangannya tentang kaum ‘goyyim’, yakni pernyataan Habad yang tanpa tedeng aling-aling berisi penghinaan bernada rasial terhadap kaum ‘goyyim’. … berdasarkan pendapat para theolog Yahudi pada abad pertengahan – terutama sekali pemikiran penyair dan filosuf Judah Ha-Levi pada abad keduabelas di Spanyol, dan tokoh mistik Yahudi Judah Loewe pada abad keenambelas di Praha – mereka mencari ketetapan mengenai keunggulan kaum Yahudi berdasarkan ras dan bukannya pada keunggulan kerohanian … menurut pandangan mereka, secara mendasar kaum Yahudi itu lebih unggul atas ras mana pun, dan mengenai hal itu ditegaskan berulangkali dalam bentuk yang sangat ekstrim oleh Shneur Zalman dari Lyadi. Pendiri Lubavitcher.

Hasidisme itu mengajarkan, bahwa ada perbedaan hakiki antara jiwa orang Yahudi dengan jiwa kaum ‘goyyim’, bahwasanya hanyalah jiwa orang Yahudi yang di dalamnya terdapat dan memancarkan cahaya kehidupan ilahiyah. Sedangkan pada jiwa kaum ‘goyyim’ “, Zalman selanjutnya menyatakan, “sama sekali berbeda, karena terciptanya memang lebih inferior. Jiwa mereka sepenuhnya jahat, tanpa mungkin diselamatkan dengan cara apa pun.”

Akibat rujukan tentang kaum ‘goyyim’ menurut ajaran Rabbi Shneur Zalman, tanpa kecuali menyebabkan adanya penyakit dalam jiwa mereka. Dzat darimana jiwa kaum ‘goyyim’ terbuat penuh dengan “sampah” rohani. Itulah sebabnya mengapa jumlah mereka lebih banyak daripada kaum Yahudi, karena jumlah gabah lebih banyak daripada berasnya. Semua kaum Yahudi secara hakiki baik, dan semua kaum ‘goyyim’ secara hakiki jahat.
“Karakterisasi kaum ‘goyyim’ yang dinyatakan secara hakiki jahat, dan dari segi kerohanian maupun biologis lebih inferior daripada kaum Yahudi, belum pernah diralat dalam ajaran Habad masa kini”.


Syari’at Yahudi Menuntut bahwa Kaum Kristen Wajib Dihukum Mati
Para ulama Taurat menetapkan, bahwa, “Taurat mewajibkan bahwa ummat yang benar akan mendapatkan tempatnya di Hari Kemudian. Tetapi, tidak semua kaum ‘goyyim’ akan memperoleh kehidupan yang abadi meskipun mereka taat dan berlaku shaleh menurut agama mereka … Dan meskipun kaum Kristen pada umumnya menerima Kitab Perjanjian Lama Ibrani sebagai kitab yang diwahyukan dari Tuhan, namun mereka (disebabkan adanya kepercayaan pada apa yang disebut mereka ketuhanan pada Jesus) sebenarnya kaum Kristen adalah penyembah berhala menurut Taurat, oleh karena itu patut dihukum mati, dan mereka kaum Kristen itu sudah dipastikan tidak akan memperoleh ampunan di Hari Kemudian.”

Takhayul Kaum Yahudi
Bukanlah mengada-ada bila edisi Talmud Babilonia dipandang sebagai kitab suci Yahudi yang paling otoritatif. Karena orang Kristen terperdaya oleh para pengkhotbah Yahudi, maka para Paus kian hari kian percaya dan meminta fatwa kepada rabbi Yahudi sebagai “nara-sumber yang shahih” untuk mendapatkan keterangan bila berkaitan dengan kitab Perjanjian Lama, yang tanpa mereka sadari berkonsultasi dengan para okultis (juru-ramal).

Yudaisme adalah agama kaum Farisi dan para pendeta Babilonia, yang menjadi sumber ajaran Talmud dan Qabala, yang di kemudian hari membentuk agama Yudaisme. Kitab suci Yudaisme Orthodoks lainnya, seperti ‘Kabbalah’, isinya penuh dengan ajaran tentang astrologi, ramal meramal, gematria, nekromansi (sihir), dan demonologi (ilmu hitam).

Jika seorang Yahudi ingin bertaubat ia cukup mengangkat seekor ayam, membaca mantera untuk keperluan itu, dan mengibas-kibaskannya di atas kepalanya untuk memindahkan dosa-dosanya kepada ayam tersebut. Yang dapat kita katakan mengenai hal ini tidak lain adalah takhayul dalam arti yang sebenar-benarnya. Selanjutnya lambang Israel yang mereka sebut sebagai “bintang Nabi Daud” sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan Nabi Daud a.s. Bintang itu adalah hexagram (bersudut enam) supra-natural, yang melambangkan yantra dari androgen (kelenjar yang memberikan karakteristik pada kaum laki-laki), yang dihubungkan dengan para Khazar Bohemia pada abad ke-14.

Penyesatan publik dengan penggunaan nama “negara Israel” yang didirikan pada tahun 1948, merupakan buah hasil persekongkolan antara kaum Bolshevik Yahudi dengan kaum Zionis yang atheis; nama itu tidak ada sangkut-pautnya dengan kelanjutan kerajaan Nabi Daud, tetapi dikukuhkan melalui pengakuan pertama di PBB yang diberikan oleh diktator komunis Uni Sovyet Joseph Stalin.

Kaum Kristen akan lebih terbuka matanya bila berkunjung ke komunitas Yahudi Hasidik menonton acara ‘Purim’, dimana sebuah patung serupa Halloween meloncat-loncat (seperti ‘jailangkung’). Meskipun upacara ‘Purim’ itu merujuk kepada Kitab Esther yang disebutkan sebagai nash dasarnya, dalam prakteknya upacara ‘Purim’ tidak lain adalah sebuah tradisi kaum kafir Bacchan.

Para rabbi orthodoks menggunakan kutukan, mantra, imej, dan sebagainya, yang mereka anggap lebih besar kuasanya dari kuasa Tuhan. Kesesatan itu mereka ambil dari ajaran Sefer Yezriah, (sebuah buku tentang ilmu sihir kaum Qabalis). Kaum non-Yahudi dapat menyaksikan ulangan perilaku paganisme Babilonia kuno setiap kali mereka mengamati ritual para rabbi agama Yudaisme. Dengan mengetahui ajaran Talmud yang menjadi dasar konstitusi, prinsip, dan arah kebijakan negara dan pemerintah Israel, mudah dipahami mengapa negara Israel sangat arogan dengan kebuasan yang melebihi Nazi Jerman.


Doktrin Perang Israel Dalam Talmud
Dalam bukunya yang menggetarkan “From Beirut to Jerusalem” (Kualalumpur, 2002), Dokter warga London kelahiran Malaysia Ang Swee Chai menulis: “Lebanon dan Beirut adalah nama-nama asing bagiku. Sedangkan Israel sebaliknya. Gereja telah mengajarkanku bahwa anak-cucu bangsa Israel adalah anak-anak pilihan Tuhan. Teman-temanku sesama Kristiani mengatakan bahwa berkumpulnya orang-orang Yahudi dari seluruh penjuru dunia di Negeri Israel adalah pemenuhan janji Tuhan yang terdapat dalam pengabaran-pengabaran di Kitab Injil. ”

“Aku berpihak pada Israel untuk alasan lain, ” lanjutnya, “Di London, aku menghabiskan waktu berjam-jam menonton acara teve yang menyiarkan penderitaan luar biasa orang-orang Yahudi di tangan Nazi. …Penciptaan Negara Israel, yang memberi semua orang Yahudi sebuah rumah yang membuat mereka terbebas dari penganiayaan dan siksaan, menurutku adalah suatu tindak keadilan—bahkan suatu keadilan dari Tuhan. ”

Namun pandangan dokter Ang berbalik seratus delapanpuluh derajat ketika lewat layar kaca dirinya menyaksikan kebrutalan yang dilakukan tentara Israel terhadap para pengungsi Palestina di Lebanon.

“Ini benar-benar membuatku marah. Aku tidak bisa memahami mengapa Israel melakukan hal demikian. … Dalam Kitab Perjanjian Lama, raksasa Goliath adalah termasuk orang Filistin penakluk yang meneror lawan-lawannya. Kisah David dan Goliath menjadi salah satu kisah kesukaanku. Pada anak-anak kecil aku suka sekali bercerita bagaimana si kecil David bisa mengalahkan si raksasa Goliath,” tulis Dokter Ang yang sosok tubuhnya sendiri sangat mungil, tingginya hanya 150 sentimeter.

“Meski demikian, dari ulasan teve yang selalu kulihat, tampaknya Israel telah berubah menjadi Goliath; seorang raksasa yang angkuh yang membawa kehancuran, teror, dan kematian kepada saudaranya, Lebanon. …Mengebom orang-orang sipil, dan banyak dari mereka adalah perempuan dan anak-anak, adalah cara pengecut dalam perang. Apakah Tuhan telah berpaling dari Lebanon?”

Dokter Ang kemudian menulis betapa sedih dirinya menyaksikan kebiadaban yang dipertontonkan ‘bangsa terpilih’ tersebut. “Pertama karena mereka telah disakiti oleh Israel, kedua karena aku seorang Kristen, dan ketiga aku adalah dokter. Aku sama sekali tak habis pikir betapa Israel tega menjatuhkan bom-bom fosfor ke tengah penduduk sipil di dalam kota yang sangat padat tersebut. ”

Tidak Sekadar Membunuh
Penderitaan bangsa Palestina dan Lebanon membuat Dokter Ang berangkat ke Beirut sebagai dokter sukarelawan. Di hari-hari pertama di Lebanon, Dokter Ang telah menjumpai banyak fakta bahwa di wilayah ini Israel telah melakukan semacam uji coba berbagai macam bom-bom terbaru buatan mereka.

Beberapa bom mutakhir Israel tersebut antara lain: Implosion bomb atau vacuum bomb yang dijatuhkan dari udara dan ketika meledak mampu menghisap satu blok bangunan sepuluh lantai ke dalam tanah hanya dalam beberapa detik, membuatnya menjadi tumpukan beton dan mengubur seluruh penghuninya hidup-hidup.

Selain itu ada lagi fragmentation bomb atau cluster bomb, yang juga dijatuhkan dari pesawat tempur. Beberapa puluh meter di atas udara, cluster bomb yang awalnya terlihat hanya satu akan memecah diri menjadi ratusan bola-bola besi kecil seukuran bola tenis dan menyebar dalam radius ratusan meter persegi. Bom-bom kecil ini tidak segera meledak dan tergeletak di dalam tanah. Jika seorang anak kecil mengutak-atiknya karena dikiranya sebuah mainan, maka bom ini akan meledak dan membunuh atau merusak bagian tubuh di anak tersebut. Bom ini biasanya sengaja dijatuhkan di lokasi padat penduduk.

Lalu ada fosfor bomb yang bersifat membakar. “Zat fosfornya menempel di kulit, paru-paru, dan usus para korban selama bertahun-tahun, terus membakar dan menghanguskan serta menyebabkan nyeri berkepanjangan. Para korban bom ini akan mengeluarkan gas fosfor hingga nafas terakhir, ” ujar Doker Ang. Dalam bukunya, dokter yang bersuamikan seorang warga Inggris ini mengatakan bahwa Israel jelas tidak ingin sekadar membunuh musuh-musuhnya namun juga ingin membuat musuh-musuhnya menderita berkepanjangan sebelum menemui ajal.

Pembantaian Sabra-Shatila
Sabra-Shatila adalah nama dua buah kamp pengungsian Palestina di wilayah Beirut Barat yang letaknya berhimpitan. Selain Sabra-Shatila, ada pula kamp pengungsi Mar Elias, Bour el-Brajneh, dan sebagainya. Seperti layaknya kamp-kamp pengungsian Palestina lainnya, kamp pengungsian Sabra-Shatila yang luasnya tidak begitu besar dihuni oleh ribuan warga Palestina. Mereka tinggal di dalam kamar-kamar sempit dan kumuh di mana fasilitas sanitasi dan kesehatan sangat tidak layak.

Beberapa pekan bertugas di Beirut, untuk menghentikan serangan membabi-buta yang dilakukan Israel, para pejuang Palestina akhirnya dievakuasi keluar dari Beirut diangkut dengan kapal-kapal laut di bawah kawalan Perancis dan Italia. PBB Mengirim sejumlah pasukan penjaga perdamaian. Sebab itu, Israel kemudian menghentikan serangannya, setidaknya untuk sementara waktu. Ini terjadi beberapa saat mendekati September 1982.

Di Beirut, orang-orang keluar dari tempat perlindungan dan membersihkan semua puing-puing dan jalanan. Harapan hidup kembali bersinar di mata-mata mereka. Bukan itu saja, sesuai permintaan PBB, para ibu-ibu Palestina juga menyerahkan semua senjata api yang tadinya disimpan di dalam rumah sebagai alat penjagaan diri kepada lembaga internasional.
“Harapan akan perdamaian terlihat di mata mereka. Para ibu-ibu Palestina menyerahkan semua senjata yang mereka miliki. Mereka mulai membersihkan jalan dan puing-puing rumahnya. Anak-anak kecil mulai bisa berlarian, bermain di jalan-jalan yang masih terlihat kotor oleh puing-puing yang disingkirkan ke pinggirnya. Mereka sangat yakin bahwa kehidupan akan pulih seperti sedia kala, ” ujar Dokter Ang.

Namun apa yang terjadi sungguh di luar dugaan. Setelah jalan-jalan bersih dari tumpukan karung-karung berisi pasir, bersih dari beton-beton dan batu-batu yang tadinya sengaja dipasang sebagai barikade, setelah keluarga-keluarga Palestina di kamp pengungsian tidak lagi memiliki senjata, maka suatu malam, 14 September 1982, sebuah ledakan besar terdengar di seantero Lebanon. Calon Presiden Lebanon dari kalangan Kristen, Bashir Gemayel terbunuh.

Esok paginya, saat hari masih gelap, udara Lebanon dipenuhi gelegar raungan pesawat-pesawat tempur Israel. Burung-burung besi itu secara royal menjatuhkan bom-bom yang kembali melantakkan Beirut.

Bumi tempat Dokter Ang Swee Chai berpijak dirasakan bergetar oleh deru ratusan tank Merkava milik Israel yang berkonvoi masuk Beirut dan mengepung kamp pengungsian Sabra-Shatila. Tank-tank ini diikuti oleh tentara infanteri Israel dan sekutu mereka, Milisi Phalangis, yang terdiri dari orang-orang Kristen Lebanon bersenjata yang memang dekat dengan kaum Yahudi.

Kamp-kamp pengungsian yang waktu itu hanya dihuni oleh kaum wanita, jompo, dan anak-anak kecil serta bayi, karena para pejuang Palestina yang terdiri dari laki-laki muda telah pergi, kembali senyap. Mereka kembali masuk kembali ke rumah-rumahnya yang telah hancur dan mengunci diri di dalamnya. Kepungan yang dilakukan tank-tank dan tentara Israel sangat rapat sehingga seekor kucing pun tak akan bisa meloloskan diri.

Dokter Ang Swee Chai pagi hari segera menuju Rumah Sakit Gaza yang terletak tidak jauh dari kamp pengungsian Sabra-Shatila. Sepanjang hari Beirut Barat dihujani bom yang dimuntahkan dari tank dan pesawat pembom.
“Pukul empat kurang lima belas menit di sore hari, zona pengeboman telah mendekati jarak tiga perempat kilometer dari rumah sakit, orang-orang yang berusaha meninggalkan kamp telah kembali dan mengatakan jika semua jalan yang mengarah ke kamp telah diblokir oleh tank-tank Israel, ” tulis Dokter Ang.

Tidak sampai sejam kemudian, tentara Israel menyerbu Rumah Sakit Akka dan menembak mati para perawat, dokter, dan seluruh pasien. Seluruh perempuan di rumah sakit tersebut diketahui diperkosa dahulu sebelum dibunuh. Orang-orang yang berada di sekitar rumah sakit berlarian ke sana kemari mencari tempat yang dianggapnya aman. Mereka berteriak-teriak bahwa tentara Israel mengejar mereka dengan tank.

Ketika malam tiba, suara dentuman meriam dan ledakan besar tidak lagi terdengar, hanya saja rentetan senapan mesin masih berlangsung sepanjang malam. Langit di atas kamp Sabra-Shatila terang benderang oleh peluru-peluru suar yang ditembakkan oleh tank dan helikopter.

Menjelang pagi, raungan pesawat tempur kembali terdengar disusul suara ledakan keras di sana-sini. Rentetan tembakan tidak pernah berhenti.
“Ini membuatku bertanya-tanya apakah di kamp itu masih ada pejuang-pejuang Palestina?” tanya Dokter Ang keheranan karena ia tahu betul bahwa tidak ada seorang pejuang Palestina pun yang masih ada di kamp.

Ketika hari mulai siang, Dokter Ang kedatangan banyak sekali perempuan-perempuan Palestina yang terluka tembak. Dari mereka Doker Ang mengetahui jika tentara Israel mengawal anggota-anggota milisi Kristen Phalangis untuk membantai orang-orang Palestina di kamp Sabra-Shatila.

Dalam bukunya, Dokter Ang yang menjadi salah satu saksi mata tragedi pembantaian kamp Sabra-Shatila menulis, “Tentara-tentara Israel dan sekutunya itu merangsek ke rumah-rumah dan gang-gang kecil sambil menembakkan senjata mereka dengan royal. Granat dan dinamit mereka lemparkan ke jendela-jendela rumah yang penuh berisi orang. Para perempuan banyak yang diperkosa sebelum dibunuh. Para bayi Palestina diremukkan tulang-tulang dan kepalanya sebelum dibunuh. Banyak anak-anak kecil dilempar ke dalam api yang menyala-nyala, yang lain tangan dan kakinya dipatahkan oleh popor senjata. Untuk pertama kalinya, aku menangis di sini. ” Sejarah mencatat, pembantaian Sabra Shatila merupakan genosida paling berdarah. Hanya dalam waktu tiga hari, tidak kurang dari 3.297 orang Palestina—kebanyakan para perempuan dan anak kecil, bahkan bayi-bayi—menemui ajal dengan cara yang amat mengerikan. Anehnya, PBB dan dunia internasional tidak mengecam tragedi besar ini. Media Barat pun banyak yang berupaya menutup-nutupi fakta yang terjadi. 
Sumber

0 komentar: